Senin, 20 Februari 2012

Contoh LKTM

“AEMA” SEBUAH PEMBUKTIAN PERAN NYATA MAHASISWA DALAM PEMBANGUNAN EKONOMI BANGSA

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kondisi ekonomi dalam negeri pada tahun 2009 hingga 2010 merupakan kondisi yang cukup kritis. Pasalnya, perlambatan ekonomi global saat ini baru akan terasa dalam dua atau tiga kuartal mendatang (BPS, 2009). Tanda-tanda perekonomian mulai mengalami penurunan adalah ditahun 1997 dimana pada masa itulah awal terjadinya krisis. Saat itu pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya berkisar pada level 4,7 persen, sangat rendah dibandingkan tahun sebelumnya yang 7,8 persen
Kondisi perekonomian Indonesia pada 2010 diperkirakan belum akan terlepas dari krisis global, bahkan diperkirakan semakin berat jika dibandingkan dengan tahun ini. Menurut pengamat ekonomi Martin Panggabean di Jakarta, Selasa kondisi tersebut disebabkan oleh belum membaiknya perekonomian global, semakin mahalnya mencari dana dari pasar, serta pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran. Ia mengatakan, pemerintah seharusnya tidak hanya membahas soal suku bunga. Namun juga harus mengantisipasi bagaimana ekspansi kredit, menanggulani PHK dan bagaimana pertumbuhan ekonomi 2010. Martin mencontohkan kondisi di Amerika Serikat. Probabilitas terjadinya depresi di AS meningkat antara 20%-30% sehingga pertumbuhan ekonomi negara adidaya itu akan minus 5% sampai 7%.
Selain itu, pada tahun 2004, kemiskinan telah kembali ke angka semula sebelum terjadinya krisis ekonomi, tetapi naik kembali di tahun 2005-2006. Beberapa tahun belakangan ini laju penurunan angka kemiskinan di Indonesia telah melambat. Diperkirakan 42 persen rakyat Indonesia hidup dengan PPP (purchasing power parity) antara AS$1-2 per hari. Angka penduduk sangat miskin (didefinisikan dengan PPP kurang dari AS$1 per hari) cukup rendah meskipun sesudah dibandingkan dengan standar negara-negara tetangga, yaitu 7,4 persen. Tetapi, jumlah penduduk yang berpendapatan PPP kurang dari AS$2 per hari adalah sebanyak 49 persen (UNDP, 2009).
Meskipun sekarang ini, Indonesia telah melampaui batasan untuk menjadi negara dengan pendapatan menengah, populasi dengan pendapatan kurang dari AS$2 per hari lebih kurang sama dengan negara-negara dengan pendapatan rendah seperti Vietnam. Oleh karena itu kemiskinan di Indonesia memiliki karakteristik yang sangat unik karena tingginya jumlah penduduk ’hampir miskin’. Keadaan ini juga dapat dilihat dari tingginya tingkat kerentanan untuk ’menjadi miskin’ (keluar masuknya penduduk dari dan dalam kemiskinan diakibatkan guncangan-guncangan yang ada).
Dengan demikian akan banyak terjadi PHK, termasuk di Indonesia. Hal-hal seperti ini yang perlu diantisipasi oleh pemerintah. Jika pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2010 hanya 1% hingga 2%, tingkat PHK semakin banyak, katanya. Pada tahun ini, ujarnya, Indonesia bisa sedikit optimistis karena pertumbuhan ekonomi ada pada angka 4% hingga 4,5%. Tetapi, masalah globalnya, di negara-negara maju itu tidak ada tanda-tanda krisis akan berakhir pada 2009. Namun, ujarnya, bila terjadi resesi berkepanjangan diikuti dengan deflasi, harga-harga aset dan harga komoditas dampaknya sudah pasti membesar pada 2010 (BPS, 2009).
Hal ini menyebabkan angka pengangguran di Indonesia pada 2010 diperkirakan masih akan berada di kisaran 10 persen. Target pertumbuhan ekonomi yang hanya sebesar 5,5 persen dinilai tidak cukup untuk menyerap tenaga kerja di usia produktif, padahal seharusnya Indonesia membutuhkan petumbuhan setidaknya 7,3 persen per tahun untuk mengurangi angka pengangguran. Pertumbuhan itu bisa dicapai kalau laju inflasi berkisar 4 hingga 6 persen. Suku bunga Indonesia pun setidaknya berada di angka 5-7 persen dan nilai tukar rupiah Rp 9.500-Rp 10.500 per USD. (juan/kmp). Secara nyata, angka pengangguran terbuka di Indonesia per Agustus 2008 mencapai 9,39 juta jiwa atau 8,39 persen dari total angkatan kerja. Angka pengangguran turun dibandingkan posisi Februari 2008 sebesar 9,43 juta jiwa(8,46 persen). Badan Pusat Statistik melakukan survei tenaga kerja setiap Februari dan Agustus setiap tahunnya (BPS, 2009).
Sesuai survei, Deputi Bidang Statistik Sosial BPS Arizal Ahnaf di Jakarta, menjelaskan, pengangguran terbuka didominasi lulusan Sekolah Menengah Kejuruan sebesar 17,26 persen dari jumlah penganggur. Kemudian disusul lulusan Sekolah Menengah Atas (14,31 persen), lulusan universitas 12,59 persen, diploma 11,21 persen, baru lulusan SMP 9,39 persen dan SD ke bawah 4,57 persen. Arizal melanjutkan, jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor informal masih mendominasi angkatan kerja nasional. Survei menunjukkan, per Agustus terdapat 71,35 juta jiwa pekerja yang bekerja di sektor informal, dari total 102,55 juta jiwa angkatan kerja. Sekadar perbandingan, pada 2005, jumlah pengangguran mencapai 11,9 juta orang. Kemudian, turun menjadi sekitar 10,9 juta orang pada 2006. Penyebab naiknya jumlah pengangguran ini, ungkap Erman, karena ada angkatan kerja baru dari lulusan pendidikan sekitar 2,3 juta orang. Selebihnya adalah pengangguran yang disebabkan oleh beruntunnya bencana alam beberapa waktu belakangan (BPS, 2009).
Menurut Budiyanto (2007) mahasiswa merupakan Agent of Community Enpowerment, harus terlibat dalam pemecahan masalah pembangunan daerah dan nasional untuk kesejahteraan masyarakat dan harus mendapatkan pengalaman empirik untuk mengelola pemecahan masalah pembangunan daerah dan nasional untuk kesejahteraan masyarakat. Mahasiswa juga merupakan aset bangsa sehingga dituntut untuk aspiratif, akomodatif, responsif, dan reaktif menjadi problem solver terhadap permasalahan pembangunan. Selain itu, mahasiswa sebagai Agent Of Change sepatutnya  memiliki semangat bekerja dan cita-cita tinggi untuk sukses dalam berbisnis seperti para pengusaha bahkan lebih. Di era globalisasi ini, mahasiswa lebih dituntut agar mampu mengembangkan potensinya sehingga memiliki daya saing tinggi dalam masyarakat sebagai bentuk pengabdian ketika berada di dunia masyarakat yang lebih kompleks daripada di kampus.
Oleh Karena itu, mahasiswa harus melaksanakan AEMA sebagai bukti eksistensi yang menunjukan bahwa mahasiswa mempunyai peran yang sangat tinggi dalam pembangunan ekonomi bangsa. AEMA merupakan peran-peran yang dilakukan oleh mahasiswa dalam membangun ekonomi bangsa yaitu sebagai aktor, edukator, motivator, dan akselerator yang kesemuanya bertujuan dalam membangun ekonomi bangsa dan menunjukan arti penting mahasiswa bagi bangsa.
Rumusan Masalah
Bagaimanakah “AEMA” dapat digunakan oleh mahasiswa dalam upaya membangun ekonomi bangsa?
Tujuan Penulisan
Untuk mengetahui apakah “AEMA” dapat digunakan oleh mahasiswa dalam upaya membangun ekonomi bangsa?

PEMBAHASAN

Tantangan Mahasiswa Dalam dan Usaha Memajukan Ekonomi Bangsa
Pembangunan mahasiswa mempunyai peran strategis dalam mendukung peningkatan ekonomi Indonesia yang berkualitas. mahasiswa merupakan generasi penerus, penanggung jawab dan pelaku pembangunan masa depan. Kekuatan bangsa di masa mendatang tercermin dari kualitas sumber daya mahasiswa saat ini. Untuk itu, mahasiswa harus disiapkan dan diberdayakan agar mampu memiliki kualitas dan keunggulan daya saing guna menghadapi tuntutan, kebutuhan, serta tantangan dan persaingan di era global terutama dalam bidang ekonomi. Permasalahan dan tantangan yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi adalah :
  1. Masih rendahnya akses dan kesempatan mahasiswa untuk memperoleh pendidikan;
  2. Masih rendahnya tingkat partisipasi angkatan kerja mahasiswa;
  3. Belum serasinya kebijakan kepemudaan di tingkat nasional dan daerah;
  4. Rendahnya kemampuan kewirausahaan di kalangan mahasiswa;
  5. Tingginya tingkat pengangguran terbuka mahasiswa;
  6. Maraknya masalah-masalah sosial di kalangan mahasiswa, seperti kriminalitas, premanisme, NAPZA, dan HIV/AIDS;
  7. Masih rendahnya pembinaan dan perhatian terhadap pemuda dan Organisasi Kemasyarakatan dan Pemuda (OKP).
Semangat perjuangan sebenarnya sudah menjadi bagian penting dari mahasiswa Indonesia sejak dulu. Dari sanalah semangat kepemudaan harus dipupuk dan dipertahankan. Semangat kemahasiswaan seharusnya tak boleh hilang diterjang sebagai godaan dan tantangan. Seharusnya semakin banyak tantangan, maka semangat kemahasiswaan itu semakin membaja, semakin kuat dan semakin terlatih. Tantangan besar sesungguhnya yang dihadapi para mahasiswa dewasa ini adalah menghadapi globalisasi beserta dampak dan pengaruhnya yang terbilang luar biasa.
Mahasiswa sekarang lebih bangga jika dapat berperilaku kebarat-baratan, mulai dari gaya pakaian, makanan, bahkan sikap dan pandangan hidup. Stereotype gaya hidup hura-hura itu ditunjukkan secara gamblang lewat stasiun televisi mulai dari gaya sinetron dengan pendekatan serba hedonis, hingga acara kontes menyanyi seperti Indonesian Idol atau AFI (Akademi Fantasi Indosiar). mahasiswa sekarang lebih semangat memacu diri lewat “jalan pintas” menjadi penyanyi terkenal, artis lalu banyak penggemar dan kaya lewat profesi yang serba gemerlap. Cuma segelintir mahasiswa negeri ini yang lebih keras berupaya dalam hal prestasi dengan kegemilangan pengetahuan, penelitian, atau memeras otak dan keringat dari intelegensinya sehingga kelak bias membangun ekonomi bangsa. Kebanyakan mahasiswa justru ternina bobo oleh angan-angan kosong yang ditawarkan sistem kapitalisme, tanpa menyadari bahwa “perjuangan” mereka di jalur serba hedonis, hanya bisa dikategorikan dan menjadi sebuah perjudian atau harapan fatamorgana (Syaefudin, 2003).
Kesadaran kolektif untuk menjadikan peran mahasiswa dalam pembangunan ekonomi di tengah masyrakat lebih konkret lagi, perlu adanya kesadaran kolektif para pemuda pada perjuangan yang sesungguhnya. Mahasiswa perlu diberikan stimulant besar untuk dapat kembali ke jalan kebenaran, mempertahankan semangat perjuangan dan kepemudaan. Hal yang perlu pertama kali disikapi adalah tujuan ideal yang akan dicapai oleh para mahasiswa itu, bukan hanya sekedar tujuan antara “perjuangan” para mahasiswa dalam kontes menyanyi, mungkin dapat dikatakan sebagai upaya untuk dapat mencari eksistensi diri. Namun perlu diingat bahwa “perjuangan” itu hanya sekilas, menjadi eufora sesaat, tanpa ada makna yang lebih luas secara sosial dan bagi kemanusiaan. Mahasiswa perlu mendefinisikan kembali tujuan dan visi hidupnya secara kolektif. Dari sini kemudian akan ada kesadaran kolektif untuk melanjutkan peran yang diwariskan para mahasiswa sebelumnya. Sebab, hanya dengan semangat, kolektivitas, dan tekad yang kuat, bangsa ini dapat kembali berjaya dan bangkit dari keterpurukan. Jika dilihat berbagai catatan dan berbagai predikat yang disandang Indonesia, maka anak yang baru lahir pun mungkin akan malu menjadi orang Indonesia. Bahkan ada buku yang berjudul seperti itu: Aku Malu Menjadi Orang Indonesia. Berbagai “rekor” memang ditorehkan negeri ini, dengan label buruk. Kualitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia saat ini berada pada peringkat ke-109 dari 174 negara di dunia. Sementara itu, Singapura, Malaysia, Brunei, dan Thailand masing-masing berada pada peringkat ke-41 sampai 44. Posisi negeri ini bahkan di bawah Vietnam yang baru bangkit dari perang dengan Amerika. Jika diamati pula indeks pembangunan manusia Indonesia, maka akan dilihat fakta yang terus menurun dalam lima tahun belakangan ini. Pada tahun 1995, Indonesia menduduki peringkat ke 104 dunia, jauh di atas Vietnam yang saat itu berada di peringkat 120 dunia. Ironisnya, dalam tahun 2005 ini peringkat Indonesia merosot ke urutan 110 dunia sedangkan Vietnam naik menjadi peringkat 108 dunia. Utang luar negeri yang ditanggung Indonesia kini mencapai Rp 1.300 triliun lebih yang bila dibagi rata untuk seluruh penduduk Indonesia, mencapai rupiah 6,5 juta perorang. Transperancy Internasional yang bermarkas di Berlin pun mengumumkan peringkat indeks korupsi tahun 2005, dan Indonesia menempati ranking ke 137 dari 159 negara di dunia. “Luar Biasa”.
Indonesia mungkin dapat menjadi negara yang memaluka dalam berbagai hal, hingga saat ini. Namun ini tentu tak boleh dibiarkan berlarut. Bagaimanapun, harga diri bangsa sudah eksis dan didengungkan dari awal. Berkaca pada pepatah melayu lama, sekali layar terkembang, pantang surut kebelakang. Maka tentunya perlu dibentuk kesadaran kolektif terhadap bangsa ini mengenai eksistensi, kemandirian dan harga diri bangsa. Itu sebenarnya harus dimulai dari mahasiswa seperti halnya kemerdekaan bangsa, kebangkitan bangsa sejak kelahiran Boedi Utomo 1908, Sumpah Pemuda 1928 dan proklamasi kemerdekaan yang semuanya digerakkan oleh motor utama para pemuda dan mahasiswa. Tentunya diperlukan pemuda-pemuda yang tangguh, bukan para pemuda yang cengeng, atau bermental hedonis. Maka, “cita-cita ideal Bung Karno” mahasiswa pemuda tangguh Indonesia akan benar-benar mampu mengguncang dunia, bukan hanya sekedar orasi dan lips service semata (Adi, 2002).
“AEMA” Sebagai Bukti Peran Mahasiswa dalam Pembangunan Ekonomi Bangsa
Mahasiswa Sebagai Aktor
Artinya, mahasiswa semestinya menjadi pionir-pionir dalam praktik ekonomi bangsa. Misalnya menjadi calon entrepreneur muda yang tangguh di kalangan mahasiswa yang mampu membangun usaha mandiri dan menciptakan lapangan kerja bagi masyarakat. Dengan bekal kemampuan berwirausaha, di saat lulus nanti mahasiswa akan siap untuk terjun menghadapi dunia bisnis. Bukan hanya semasa mahasiswa, selepas kuliah nanti peran sebagai pionir semestinya tetap dilakukan Dengan adanya pionir-pionir ini yang seiring dengan waktu diharapkan semakin banyak, masyarakat yang dapat disejahterakan dan ikut secara langsung berperan bagi ekonomi bangsa. Dalam mengembangkan perannya sebagai actor dalam memajukan ekonomi bangsa, mahasiswa harus mengasah berbagai kemampuan yang dimilikinya, diantaranya adalah:
Mengasah Kemampuan Reflektif
Dalam mengembangkan perannya, mahasiswa Indonesia perlu mengasah kemampuan reflektif dan kebiasaan bertindak efektif. Perubahan pada ekonomi bangsa hanya dapat dilakukan karena adanya agenda refleksi (reflection) dan aksi (action) secara sekaligus. Daya refleksi kita bangun berdasarkan bacaan baik dalam arti fisik melalui buku, bacaan virtual melalui dukungan teknologi informasi maupun bacaan kehidupan melalui pergaulan dan pengalaman di tengah masyarakat. Makin luas dan mendalam sumber-sumber bacaan dan daya serap informasi yang kita terima, makin luas dan mendalam pula daya refleksi yang berhasil kita asah. Karena itu, faktor pendidikan dan pembelajaran menjadi sangat penting untuk ditekuni oleh setiap mahasiswa, terutama mahasiswa-mahasiswa masa kini (Masykur, 2001).
Membangun Kebiasaan Bertindak
Di samping kemampuan reflektif, mahasiswa Indonesia juga perlu melatih diri dengan kebiasaan untuk bertindak, mempunyai agenda aksi, dan benar-benar bekerja dalam arti yang nyata. Kemajuan ekonomi bangsa kita tidak hanya tergantung kepada wacana, ‘public discourse’, tetapi juga agenda aksi yang nyata. Jangan hanya bersikap “NATO”, “Never Action, Talking Only” seperti kebiasaan banyak kaum intelektual. Mahasiswa masa kini perlu membiasakan diri untuk lebih banyak bekerja dan bertindak secara efektif memajukan ekonomi bangsa daripada hanya berwacana tanpa implementasi yang nyata.
Melatih Kemampuan Kerja Teknis
Hal lain yang juga perlu dikembangkan menjadi kebiasaan di kalangan mahasiswa kita ialah kemampuan untuk bekerja teknis, detil atau rinci. “The devil is in the detail”, bukan semata-mata dalam tataran konseptual yang bersifat umum dan sangat abstrak. Dalam suasana ekonomi yang membuka luas ruang kebebasan dewasa ini, gairah berwiraswasta atau menjadi pengusaha di kalangan mahasiswa sangat bergejolak. Namun, dalam wacana perekonomian bangsa, biasanya berkembang luas kebiasaan untuk berpikir dalam konsep-konsep yang sangat umum dan abstrak. Akan tetapi, semua konsep-konsep yang bersifat umum dan abstrak itu baru bermakna dalam arti yang sebenarnya, jika ia dioperasionalkan dalam bentuk-bentuk kegiatan yang rinci (Alma, 2001).
Sebaiknya, mahasiswa Indonesia, untuk berperan produktif di masa depan, hendaklah melengkapi diri dengan kemampuan yang bersifat teknis dan mendetil agar dapat menjamin benar-benar terjadinya perbaikan dalam kehidupan bangsa dan negara kita ke depan.
Pemerintah pun  tidak tinggal diam untuk mendorong peran mahasiswa untuk memajukan ekonomi bangsa. Salah satunya adalah, dalam rangka untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan dan meningkatkan aktivitas kewirausahaan agar para lulusan perguruan tinggi lebih menjadi pencipta lapangan kerja dari pada pencari kerja, maka diperlukan suatu usaha nyata. Departemen Pendidikan Nasional telah mengembangkan berbagai kebijakan dan program untuk mendukung terciptanya lulusan perguruan tinggi yang lebih siap bekerja dan menciptakan pekerjaan. Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) dan Cooperative Education (Co-op) telah banyak menghasilkan alumni yang terbukti lebih kompetitif di dunia kerja, dan hasil-hasil karya invosi mahasiswa melalui PKM potensial untuk ditindaklanjuti secara komersial menjadi sebuah embrio bisnis berbasis Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni (Ipteks). Kebijakan dan program penguatan kelembagaan yang mendorong peningkatan aktivitas berwirausaha dan percepatan pertumbuhan wirausaha–wirausaha baru dengan basis IPTEKS sangat diperlukan.
Selain itu, dengan latar belakang tersebut di atas, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi mengembangkan sebuah Program Mahasiswa Wirausaha (Student Entrepreneur Program) yang merupakan kelanjutan dari program-program sebelumnya (PKM, Co-op, KKU,…) untuk menjembatani para mahasiswa memasuki dunia bisnis rill melalui fasilitasi start-up bussines. Program Mahasiswa Wirausaha (PMW), sebagai bagian dari strategi pendidikan di Perguruan Tinggi, dimaksudkan untuk memfasilitasi para mahasiswa yang mempunyai minat dan bakat kewirausahaan untuk memulai berwirausaha dengan basis ilmu pengetahuan, teknologi dan seni yang sedang dipelajarinya. Fasilitas yang diberikan meliputi pendidikan dan pelatihan kewirausahaan magang, penyusunan rencana bisnis, dukungan permodalan dan pendampingan usaha. Program ini diharapkan mampu mendukung visi-misi pemerintah dalam mewujudkan kemandirian bangsa melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan UKM.
Mahasiswa Sebagai Edukator
Sebagai kelompok masyarakat terdidik, mahasiswa secara relatif lebih cepat memahami dan memiliki akses ke khasanah wacana ekonomi bangsa dan memahami lebih dalam permasalah yang ada pada perekonomian bangsa ketimbang kelompok masyarakat lain. Karenanya, mahasiswa harus mampu  mengedukasi masyarakat agar pemahamannya tentang ekonomi bangsa bisa meningkat hingga praktik untuk meningkatkan ekonomi bangsa di tengah masyarakat juga semakin berkembang. Tapi harus disadari, untuk bisa menjadi pionir dan mengedukasi masyarakat tentu diperlukan kesediaan mahasiswa untuk terus menerus mengkaji permasalahan ekonomi yang terjadi pada bangsa Indonesia (Gilbert, 2006).
Sebagai contoh, pertumbuhan ekonomi suatu negara pada dasarnya tidak terlepas dari meningkatnya jumlah penduduk yang berjiwa wirausaha (entrepreneur). Kurangnya jumlah masyarakat yang memiliki jiwa wirausaha di Indonesia, antara lain disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang kewirausahaan, etos kerja yang kurang menghargai kerja keras, cepat puas dengan hasil kerja dan pengaruh penjajahan yang terlalu lama serta kondisi ekonomi yang belum membaik. Tahun 2008 lebih dari 10 juta orang tidak memiliki pekerjaan.
Berdasarkan data BPS (Biro Pusat Statistik), tercatat angka kemiskinan 15,4 persen, artinya 10.3 juta jiwa dari jumlah penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Dalam hal ini, sikap mental yang baik dalam mendukung pembangunan, khususnya pertumbuhan perekonomian, perlu ditanamkan pada diri individu masing-masing masyarakat. Sesuai yang dikemukakan oleh Charles Scrciber (Buchori Alma, 2001:15) berdasarkan hasil penelitian bahwa keberhasilan seseorang ditentukan oleh pendidikan formal hanya sebesar 15 % dan selebihnya (85 %) ditentukan oleh sikap mental atau kepribadian.
Selain itu, saat ini pengangguran tak hanya berstatus lulusan SD sampai SMA saja, tetapi banyak juga sarjana. Perusahaan semakin selektif menerima karyawan baru sementara tingkat persaingan semakin tinggi. Tidak ada jaminan seorang sarjana mudah memperoleh pekerjaan. Sebagai seorang mahasiswa yang ingin mengembangkan jiwa wirausaha (entrepreneur student). harus mampu belajar merubah sikap mental yang kurang baik dan perlu dimulai dengan kesadaran dan kemauan untuk mempelajari ilmu kewirausahaan, kemudian menghayati dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari (Suparlan, 1984). Disinilah peran mahasiswa edukator sangat diperlukan dalam pengembangan ekonomi bangsa.
Mahasiswa Sebagai Motivator
Pembangunan ekonomi bangsa terutama di daerah-daerah sering menimbulkan rasa putus asa bagi masyarakat, terutama masyarakat yang gagal dalam berusaha untuk meningkatkan taraf kehidupannya. Disinilah diperlukan motivasi terus menerus, terutama dari para mahasiswa untuk tidak mudah putus asa dalam membangun ekonomi bangsa yang dimulai dari masyarakat kecil dahulu, seperti dalam melakukan usaha-usaha kecil seperti UKM. Bila mahasiswa yang katanya cenderung idealistik saja putus asa dalam membangun kemandirian ekonomi bangsa, apa lagi masyarakat yang cenderung lebih pragmatis (Mc Celland, 1987).
Sebagai generasi intelektual dan sebagai motivator, mahasiswa diharapkan dapat berperan untuk mendorong pembangunan perkenomian di pedesaan. Terutama, dengan disiplin ilmu yang dimiliki selama kuliah di perguruan tinggi, mampu menjadi modal memotivasi masyarakat agar bekerja keras membangun desa. mahasiswa merupakan motivator dan fasilitator pembangunan karena ilmu yang dimiliki, harus diterapkan dalam kehidupan dalam masyarakat di desa. Mengingat mahasiswa adalah generasi penerus bangsa yang mempunyai kualitas baik, maka dituntut untuk selalu bersikap kritis dalam proses pembangunan ekonomi bangsa (Wacik, 2006).
Sebelum menjadi seorang motivator, pemahaman kewirausahaan juga harus dimiliki oleh mahasiswa karena mahasiswa sebagai penerus bangsa diharapkan mampu menjadi tulang punggung negara. Sehingga dengan hasil pendidikan yang dikuasainya mampu menciptakan lapangan kerja dan memotivasi masyarakat untuk megikuti jejaknya, bukan menambah jumlah pengangguran setelah ia lulus dari sebuah perguruan tinggi dan diharapkan mampu bekerja dengan baik, dilihat dari segi ilmu maupun teknis lapangan. Jadi, sebisa mungkin seorang mahasiswa dituntut untuk berpikir secara kreatif terhadap peluang bisnis yang ada di masyarakat dan berani mencoba untuk memulai usaha. Jangan bersikap apatis, karena sulit mencari pekerjaan setelah melamar ke mana- mana dan hasilnya selalu nihil. Mereka lupa bahwa sebenarnya  bekerja tidak hanya di perusahaan ataupun menjadi pegawai negeri, salah satunya menjadi seorang wirausaha dan mampu membuat wirausaha-wirausaha baru.
Jadi, yang harus dilakukan mahasiswa sebelum banar-benar terjun kepada masyarakat terutama menjadi motivator adalah memiliki sejumlah kriteria, antara lain: kemampuan (ability), kapasitas (capacity), keahlian/kecakapan (skill) dalam berkomunikasi, memotivasi, dan yang lainnya adalah; pengetahuan/wawasan (knowledge); pengalaman (experience); kemampuan mengembangkan pengaruh (influence); kemampuan menggalang solidaritas (Solidarity maker); serta kemampuan memecahkan masalah (decision making) (Haris, 2001).
Memiliki integritas (integrity), yakni memiliki kepribadian yang utuh/berwibawa (kharisma); bijaksana (wisdom); bersikap empatik; memiliki prinsip-prinsip yang utama dalam hidupnya; menjadi panutan (kelompok referensi utama); serta, mampu mengutamakan kepentingan lebih besar, ketimbang kepentingan kecil dan sempit (negarawan). Di atas semua itu, seorang pemimpin harus totalitas dalam mengerahkan segenap potensi yang ada pada dirinya untuk kemajuan organisasi (prinsip totality) lebih jauh dalam membangun daerah dengan potensi SDM dan SDA yang ada.
Mahasiswa Sebagai Akselerator
Mahasiswa tidak boleh puas sekadar  melihat sebagian wajah ekonomi bangsa. Harus ada upaya terus menerus dengan  mendorong percepatan (akselerasi) penerapan dan kesadaran membangun ekonomi bangsa hingga betul-betul terwujud di tengah masyarakat.
Mahasiswa Indonesia harus berani melakukan otokritik, sekaligus membenahi diri, meningkatkan kualitas sumberdaya manusianya, dan siap berkiprah di tengah-tengah masyarakat, mewarnai di berbagai lini kehidupan bangsa. Bangsa ini membutuhkan peran dan sumbangsih kalangan mahasiswa secara nyata, sehingga tentu sesungguhnya tugas dan peran mahasiswa tidaklah ringan. Mahasiswa Indonesia diharapkan mampu mengambil setiap peluang yang ada dan memanfaatkannya secara baik, demi kemajuan bangsa. Masa depan bangsa ini terletak di tangan mahasiswa karena mahasiswa adalah Agen Peubah (Agent of Change) dan Agen Analisis (Agent of Analysis), yang senantiasa memprakarsai perubahan-perubahan untuk kemaslahatan dan menganalisis problematika bangsa salah satunya dalam bidang ekonomi.
Konteks Peran Pemuda dalam Memanifestasikan Perubahan Bangsa, pemuda hendaknya tidak lagi hanya terpaku pada persoalan-persoalan lokal dan nasional, tetapi tanpa menyadari konteks internasional. Ajakan John Nesbit perlu dilakukan: yaitu “Think Globally, Act Locally” bahwa walaupun kita bertindak lokal (nasioanal), tetapi cara berpikirnya adalah global. Bahwa pemuda hidup di dalam komunitas internasional, yang sedkit banyak akan membawa pengaruh bagi dinamika aneka kehidupan lokal dan nasional (Remi, 2002).
Sebagai akselerator, banyak orang mengatakannya sebagai agent perubahan, memiliki ide-ide cemerlang dan kapasitas intelektual, pembangun peradaban, hingga kata-kata lainnya yang menunjukan kepahlawanan mahasiswa. Disebutlah mahasiswa sebagai pengawal kemerdekaan republik Indonesia tahun 45, meruntuhkan rezim orde lama tahun 65, hingga melahirkan reformasi dan meruntuhkan rezim orde baru tahun 98. Semua itu, pada dasarnya adalah sebuah atribut yang melekat pada mahasiswa. Sama halnya dengan kata mahasiswa itu sendiri yang hanyalah berarti sebuah atribut dalam difrensiasi sosial yang terjadi di masyarakat. Mahasiswa pada dasarnya sama dengan kata pedagang, petani, atau pemulung sampah (Firdaus, 2004).
Sebagai agen akselerator transformasi. Mahasiswa, adalah kelompok usia produktif yang memiliki potensi yang sama untuk mendapatkan status sosial ekonomi yang relatif mapan dan akan masuk ke dalam kelas menengah. Padahal, peran elit ( the rulling class ) dan kelas menengah ( middle class) sangat siginifikan dalam menggerakkan dan mengarahkan perubahan sosial, sebagai salah satu pilar pembangunan. Dan, The Rulling Class ini dibentuk dari kelas menengah, yang terdiri dari kelompok-kelompok strategis dari kalangan intelektual, pengusaha, birokrat dan militer. Dengan kenyataan di atas, maka ada agenda strategis, dalam rangka memelopori akselerasi pembangunan ekonomi bangsa. Yaitu dengan mengelola dengan baik dan profesional seluruh insitusi mahasiswa, sebagai sarana perekrutan mahasiswa-mahasiswa potensial Indonesia dalam usia produktif.
Dengan kesiapan para mahasiswa maka, akselerasi pembangunan dapat dimaksimalkan. Harapan ini tentulah bukan sebuah khayalan. Sejarah Indonesia sendiri telah menghasilkan individu seperti ini, contohnya, M. Natsir. Percepatan pembangunan harus dimulai dengan perubahan mental dan cara berfikir. Walaupun pemerintahan saat ini sudah on the track, tapi jalannya masih lambat. Dengan kematangan mental dan perbedaan cara berfikir yang segar, the next rulling class siap membantu dan mempercepat pembangunan ekonomi negeri.
Mahasiswa memang menjadi komunitas yang unik di mana dalam catatan sejarah perubahan selalu menjadi garda terdepan dan motor penggerak perubahan. Mahasiswa di kenal dengan jiwa patriotnya serta pengorbanan yang tulus tanpa pamrih. Oleh karena itu dalam hal pembanguna ekonomi bangsa mahasiswa telah dan akan selalu menjadi garda terdepan dalam pembangunan ekonomi bangsa.
Mahasiswa Kunci Pembangunan Ekonomi Bangsa
Mahasiswa sebagai ujung tombak yang menjelma menjadi sebuah amunisi dari maju mundurnya sebuah bangsa harus senantiasa siap untuk selalu berkiprah dan memberikan sumbangsihnya untuk kemajuan Negara kita. Sebagai mana yang telah diharapkan oleh proklamator tanah negeri ini. Dengan harapan mudah-mudahan semua mahasiswa dan generasi penerus harapan bangsa, dapat menjelma menjadi Bil Gates-Bil Gates masa depan, yang senantiasa menjadi motor pergerakkan kemajuan bangsa.
Untuk itulah, maka kita wajib bekerja keras membangun bangsa agar kita dapat memiliki kebanggaan dan percaya diri. Kalau bangsa kita lemah, miskin, dan terbelakang, maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang diremehkan oleh bangsa-bangsa lain. Pada akhirnya, kita ingin menegaskan kembali bahwa faham dan semangat kebangsaan masih tetap relevan dengan kehidupan kita sekarang. Namun, kita harus memberikan makna baru kepada faham dan semangat kebangsaan kita. Kalau dulu, faham dan semangat itu kita jadikan landasan untuk mengusir penjajah, sekarang harus kita jadikan sebagai landasan untuk membangun bangsa, agar kita menjadi bangsa yang maju, terhormat, dan bermartabat. Kalau dulu, pahlawan adalah yang gugur di medan pertempuran, kini pahlawan adalah yang mampu membawa rakyat menuju kesejahteraan yang hakiki. Kita semua tentu berharap para mahasiswa berada kembali di garis depan dalam menaklukkan dan memanfaatkan tantangan global
PENUTUP

Kesimpulan
AEMA, merupakan sebuah bentuk nyata yang dapat diberikan oleh mahasiswa dalam upaya membangun ekonomi bangsa yang terdiri dari peran sebagai aktor yang artinya, mahasiswa semestinya menjadi pionir-pionir dalam praktik ekonomi bangsa. Sebagai edukator mahasiswa harus mampu  mengedukasi masyarakat agar pemahamannya tentang ekonomi bangsa bisa meningkat hingga praktik untuk meningkatkan ekonomi bangsa di tengah masyarakat juga semakin berkembang. Sebagai motivator mahasiswa harus member motivasi terus menerus, pada masyarakat untuk tidak mudah putus asa dalam membangun ekonomi bangsa yang dimulai dari masyarakat kecil dahulu, seperti dalam melakukan usaha-usaha kecil seperti UKM. Dan, sebagai akselerator mahasiswa tidak boleh puas sekadar  melihat sebagian wajah ekonomi bangsa. Harus ada upaya terus menerus dengan  mendorong percepatan (akselerasi) penerapan dan kesadaran membangun ekonomi bangsa hingga betul-betul terwujud di tengah masyarakat.
Saran
Untuk mahasiswa, kesadara melakukan “AEMA” harus diaplikasikan langsung pada masyarakat, agar benar-benar manfaatnya dapat dirasakan langsung oleh masyaraat. Untu pemerintah agar semua usaha mahasiswa seperti melakukan AEMA untuk memajukan ekonomi bangsa, harus diberikan apresiasi yang lebih seperti dalam hal bantuan dana atau dalam berbagai hal yang mendukung pelaksanaan peran AEMA yang dilakukan oleh mahasiswa.





Strategi Pembangunan KB berbasis masyarakat sebagai upaya pembangunan keluarga berencana di Jawa Timur



BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Ancaman baby booming di tanah air kini semakin nyata. Berdasar data Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), jika tahun ini program keluarga berencana stagnan, penduduk Indonesia diprediksi pada tahun  2015, penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta jiwa (Pemkab Malang.go.id, 2009). Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jawa Timur mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai propinsi kedua setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan kepadatan penduduk mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109 jiwa/km2 menjadikan wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta (12.635 jiwa/km2), Jawa Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga  sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).
Secara umum, laju pertumbuhan penduduk di Jawa Timur, termasuk Pacitan, masih bisa dikendalikan. Meskipun sekarang ini, program keluarga berencana nasional cenderung kurang tergarap dengan baik. Pun, di sejumlah kabupaten di Jatim, persentase pasangan usia subur menunjukkan angka yang cukup tinggi. Namun pertumbuhan penduduk justru menurun hingga kisaran 0,84 persen. Hanya, besarnya jumlah warga berusia 15 tahun hingga 35 tahun (usia subur), menjadi peluang terjadinya ledakan penduduk (Jawa Pos, 13 Mei 2009).
Ada kecenderungan, saat ini perkembangan KB stagnan. Penyebabnya adalah kurangnya perhatian pemerintah daerah terhadap program KB. Padahal, program KB menjadi tugas pemerintah daerah. Penduduk Indonesia akan mencapai 255 juta pada tahun 2015, apabila jumlah peserta KB tidak bertambah. Terjadinya stagnasi program KB dalam lima tahun terakhir ini, mengakibatkan pertambahan jumlah penduduk Indonesia sekitar tiga juta setiap tahun. Dengan pertambahan ini, maka pada tahun 2008 penduduk Indonesia sudah mencapai 236,4 juta jiwa (BKKBN, 2009).
Menghadapi era globalisasi, dimana persaingan semakin ketat, mau tidak mau kita harus menciptakan manusia Indonesia yang kualitasnya tinggi. Dengan pertambahan jumlah penduduk yang tidak terkendali, kita tidak akan bisa meningkatkan kualitas manusia Indonesia, karena terbatasnya dana dan fasilitas yang tersedia. Jumlah penduduk yang besar membuat pemerintah tidak mampu mencukupi seluruh kebutuhan masyarakat. Di berbagai daerah masih kita temukan anak-anak yang kekurangan gizi. Begitu juga dengan sektor-sektor lainnya, sehingga sulit menciptakan manusia Indonesia yang berkualitas (Portal Indonesia, 2009).
Menurut Bank Dunia (2003), penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan terutama tanah dan modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar, sarana dan prasarana; (3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor; (4) adanya perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem yang kurang mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan perbedaan antara sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6) rendahnya produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat; (7) budaya hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber daya alam dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih dan baik (good governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan dan tidak berwawasan lingkungan.
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan. pada Maret 2008, jumlah penduduk miskin di Jatim tercatat 6,651 juta jiwa. Sementara pada periode yang sama 2009 turun menjadi 6,02 juta jiwa. selama Maret 2008-Maret 2009, Garis Kemiskinan (GK) mengalami kenaikan sebesar 11,36, dari Rp169.112 per kapita per bulan menjadi Rp188.317 per kapita per bulan akibat tingginya inflasi yang sedang terjadi, dengan komposisi GK makanan Rp138.442 dan GK nonmakanan sebesar Rp49.874.
Berdasarkan kenyataan dan fakta-fakta diatas maka dapat diketahui bahwa peran keluarga berencana sangat penting untuk provinsi Jawa Timur yang memiliki jumlah penduduk secara umum dan jumlah penduduk miskin yang sangat tinggi, sehingga diperlukan langkah-langkah bersama untuk mensukseskan program keluarga berencana di provinsi Jawa Timur.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah untuk mengetahui seberapa penting peran keluarga berencana bagi Jawa Timur dan memberikan solusi bagi Jawa Timur mengenai kegiatan keluarga berencana agar lebih efektif dan berguna bagi Jawa Timur.
1.3 Batasan Penulisan
Batasan masalah yang digunakan dalam penulisan adalah sebagai berikut:
  • Penulisan Ini hanya dibatasi pada manfaat keluarga berencana di Jawa Timur
  • Objek dalam penulisan ini hanyalah KB di Jawa Timur
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Pembatasan bisa dilakukan dengan penggunaan alat-alat kontrasepsi atau penanggulangan kelahiran seperti kondom, spiral, IUD dan sebagainya. Jumlah anak dalam sebuah keluarga yang dianggap ideal adalah dua. Gerakan ini mulai dicanangkan pada tahun akhir 1970′an (Wikipedia, 2009).
Sejak dicanangkan dan digalakan secara nasional oleh Presiden RI Ke-2 Soeharto pada tahun 1970, hingga kini Program Keluarga Berencana (KB) masih dipahami secara sempit oleh masyarakat sehingga tujuan akhir KB yaitu membentuk keluarga bahagia dan sejahtera belum benar-benar terwujud. Cita-cita luhur KB ini tersandung paradigma keliru tentang KB. Secara awam, masyarakat memahami KB sebagai program pemerintah untuk mengendalikan laju pertumbuhan pendudukan melalui perencanaan kelahiran dan jumlah anak sehingga masyarakat merasa telah turut menyukseskan program KB tatkala ia telah berhasil menjarangkan kehamilan dan membatasi jumlah anak paling banyak 2. Pemahaman yang keliru inilah yang menyebabkan keberhasilan KB hingga sekarang belum mampu membentuk keluarga yang benar-benar bahagia dan sejahtera. KB juga belum (jika tak mau dikatakan tidak) berhasil membentuk generasi yang berkualitas. Atau dengan kata lain program KB secara kuantitas telah berhasil menekan laju pertumbuhan jumlah peduduk namun secara kualitas tidak mampu mengangkat harkat dan martabat keluarga di Indonesia. Angka pengangguran pada usia produktif dan jumlah anak putus sekolah dari tahun ke tahun terus meningkat (Iqbal, 2009).
Jawa Timur
Jawa Timur adalah sebuah provinsi di bagian timur Pulau Jawa, Indonesia. Ibukotanya adalah Surabaya. Luas wilayahnya 47.922 km², dan jumlah penduduknya 37.070.731 jiwa (2005). Jawa Timur merupakan provinsi terluas diantara 6 provinsi di Pulau Jawa, dan memiliki jumlah penduduk terbanyak kedua di Indonesia setelah Jawa Barat. Jawa Timur berbatasan dengan Laut Jawa di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Provinsi Jawa Tengah di barat. Wilayah Jawa Timur juga meliputi Pulau Madura, Pulau Bawean, Pulau Kangean serta sejumlah pulau-pulau kecil di Laut Jawa dan Samudera Hindia(Pulau Sempu dan Nusabarung). Jawa Timur dikenal sebagai pusat Kawasan Timur Indonesia, dan memiliki signifikansi perekonomian yang cukup tinggi, yakni berkontribusi 14,85% terhadap Produk Domestik Bruto nasional. Jumlah penduduk Jawa Timur pada tahun 2005 adalah 37.070.731 jiwa, dengan kepadatan 774 jiwa/km2. Kabupaten dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kabupaten Malang, sedang kota dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya. Laju pertumbuhan penduduk adalah 0,59% per tahun (2004) (Wikipedia, 2009).
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007. Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (Anonymous, 2008).
2.2 Permasalahan di Jawa Timur
Ada berbagai permasalahan KB di Jawa Timur diantaranya adalah:
  1. 1. Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk Tahun 2000, jumlah penduduk Jawa Timur mencapai angka 34.508.611 jiwa. Jumlah ini menempatkan Jawa Timur sebagai propinsi kedua setelah Jawa Barat dalam hal jumlah penduduk terbanyak. Dengan kepadatan penduduk mencapai 761 jiwa/km2, di atas ratarata nasional yang sebesar 109 jiwa/km2 menjadikan wilayah ini termasuk wilayah padat, meski tidak sepadat DKI Jakarta (12.635 jiwa/km2), Jawa Barat (1.033 jiwa/km2),Jawa Tengah (959 jiwa/km2) dan DIY Yogyakarta (980 jiwa/km2) (East Java Mapping, 2004). Berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga  sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009).
Ada tiga wilayah di Jawa Timur yang kepadatan penduduknya mencapai ratarata 7.108 jiwa/km2, yaitu Kota Malang, Kota Mojokerto dan Kota Surabaya. Tingginya kepadatan di ketiga wilayah ini tidak lepas dari tingginya tingkat urbanisasi di ketiga wilayah tersebut. Untuk wilayah-wilayah dengan karakteristik demikian membutuhkan perhatian yang serius baik dari segi penyediaan infrastruktur maupun penataan mobilitas penduduknya. Rata – rata tingkat kepadatan di kabupaten/kota di Jawa Timur mencapai 1.734 jiwa/km2 (BPS Jatim, 2009).
2. Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk
Faktor utama yang mempengaruhi laju pertumbuhan penduduk adalah tingkat kelahiran. Salah satu faktor penyebabnya yaitu masih belum maksimalnya fungsi program Kelurga Berencana (KB) (Anonymous, 2009).
Persentase penduduk usia muda (0-14 tahun) cenderung mengalami penurunan dari sensus ke sensus, dari 41,17% pada Sensus. Penduduk 1971 menjadi 25,51% pada Sensus Penduduk Tahun 2000. Penurunan ini sedikit banyak mengindikasikan keberhasilan program Keluarga Berencana yang dicanangkan pemerintah. Meski mengalami penurunan yang cukup signifikan, bila kita bandingkan dengan Singapura, jumlah penduduk usia muda di Jawa Timur masih lebih tinggi, dimana di Singapura pada tahun 2000 komposisi penduduk usia muda hanya mencapai 16,5% dari total penduduk. Rendahnya minat pasangan muda di Singapora untuk memiliki anak ini membuat pemerintah Singapura mengeluarkan kebijakan pemberian tunjangan bagi pasangan yang hendak memiliki anak [Berita www.egov.gov.sg]. Fenomena ini tentunya berbeda dengan propinsi Jawa Timur yang memiliki penduduk usia muda relatif tinggi. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pemerintah propinsi Jawa Timur untuk lebih serius mempersiapkan generasi muda ini menjadi generasi yang tumbuh lebih sehat, cerdas dan berpotensi (Indra, 2007).
Selain itu, angka Dependency Ratio Jawa Timur juga turut berubah. Jumlah penduduk usia muda cenderung mengalami penurunan dari sensus ke sensus (BPS Jatim, 2009). Penurunan ini menyebabkan turunnya angka Dependency Ratio Jawa Timur dalam kurun waktu tersebut. Sementara itu, jumlah penduduk usia produktif dan usia tua cenderung meningkat, sebagai akibat pergeseran penduduk dari usia muda ke usia produktif dan dari usia produktif ke usia tua. Dependency Ratio penduduk Jawa Timur pada tahun 2000 mencapai 0,70. Angka ini turun bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 1990 sebesar 0,87; tahun 1980 sebesar 1,03 dan tahun 1971 sebesar 1,11. Turunnya angka Dependency Ratio ini berarti jumlah beban tanggungan yang harus dipikul per penduduk usia produktif semakin sedikit. Bisa diartikan bila pada tahun 1971 seorang penduduk usia produktif harus mampu menanggung 1,11 orang penduduk yang lain, pada tahun 2000 seorang penduduk usia produktif hanya menanggung kurang dari 1 orang penduduk yang lain (0,70). Dependency ratio menyatakan rasio perbandingan antara kelompok penduduk usia tidak produktif (usia 0-14 tahun dan 65 tahun ke atas) terhadap kelompok penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun). Rasio ini menyatakan seberapa berat beban tanggungan yang harus dipikul oleh jumlah penduduk usia produktif. Rumus Dependency Ratio adalah jumlah penduduk usia (0-14 tahun) dan usia (65 tahun ke atas) dibagi dengan jumlah penduduk usia 15 – 64 tahun (BPS, 2009).
  1. 3. Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga
Berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007. Penurunan tersebut sebagai hasil atau dampak dari berbagai program pengentasan kemiskinan serta peningkatan kegiatan ekonomi Jawa Timur secara umum (BPS, 2009).
Kondisi lemahnya ekonomi keluarga mempengaruhi daya beli termasuk kemampuan membeli alat dan obat kontrasepsi (Wirawan, 2008). Keluarga miskin pada umumnya mempunyai anggota keluarga cukup banyak. Kemiskinan menjadikan mereka relatif tidak memiliki akses dan bersifat pasif dalam berpartisipasi untuk meningkatkan kualitas diri dan keluarganya. Pada gilirannya, kemiskinan akan semakin memperburuk keadaan sosial ekonomi keluarga miskin tersebut. Demikian pula, tingkat partisipasi masyarakat terhadap pembinaan ketahanan keluarga, terutama pembinaan tumbuh-kembang anak, masih lemah. Hal di atas akan menghambat pembentukan keluarga kecil yang berkualitas (Gayuh, 2008).
4. Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi
Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka aborsi di Jatim. Penelitian yang sama menemukan bahwa 15 persen responden pernah berhubungan seks (bersetubuh). Sementara, 17 persen responden pernah melakukan aksi ”meraba-raba” saat berpacaran. Hasil lain, 30 persen responden pernah berciuman bibir dan berpelukan (Jawa Pos, 09 Mei 2009).
Menurut Is 2009, jumlah aborsi di Jawa Timur meningkat, sekarang ini saja sudah 70% dari Usia pasangan subur melalukan aborsi. Sebagian besar mereka, tergolong masyarakat dengan kategori miskin dan hanya mempunyai keterbatasan pendidikan. Hal ini dikarenakan sebagian besar masyarakat, orang tua, maupun remaja belum memahami hak-hak dan kesehatan reproduksi remaja (Ritya, 2009). Pemahaman dan kesadaran tentang hak dan kesehatan reproduksi remaja masih rendah dan tidak tepat. Masyarakat dan keluarga masih enggan untuk membicarakan masalah reproduksi secara terbuka dalam keluarga. Para anak dan remaja lebih merasa nyaman mendiskusikannya secara terbuka dengan sesama teman (Indra, 2007). Pemahaman nilai-nilai adat, budaya, dan agama yang menganggap pembahasan kesehatan reproduksi sebagai hal yang tabu justru lebih popular. Pendidikan kesehatan reproduksi remaja melalui jalur sekolah belum sepenuhnya berhasil (Astiti, 1994). Semua ini mengakibatkan banyaknya remaja yang kurang memahami atau mempunyai pandangan yang tidak tepat tentang masalah kesehatan reproduksi. Pemahaman yang tidak benar tentang hak-hak dan kesehatan reproduksi ini menyebabkan banyaknya remaja yang berperilaku menyimpang tanpa menyadari akibatnya terhadap kesehatan reproduksi mereka (Wirawan, 2008).
5. Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB
. Pencapaian kesertaan KB pria Propinsi Jawa Timur dapat dikatakan masih sangat rendah, khususnya pada masyarakat pedesaan. Rendahnya kesertaan KB pria dalam pelaksanaan program KB dan Kesehatan Reproduksi (KR) harus segera diatasi, mengingat pria merupakan penentu proses reproduksi itu sendiri. Pria merupakan partner reproduksi dan seksual, pria terlibat langsung dalam fertilitas dan kebanyakan pria adalah penanggung jawab sosial ekonomi keluarga (Hariastuti, 2008). Menurut Hariastuti, 2008  penyebab rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB di Jawa Timur disebabkan beberapa hal diantaranya kebijakan dari tingkat yang lebih atas belum dapat sepenuhnya diterapkan di lapangan karena kondisi sarana dan prasarana yang kurang mendukung, misalnya keterbatasan kemampuan petugas pelayanan maupun tidak terpenuhinya standar pelayanan yang berkualitas. Hal lain perlu mendapat sorotan serius yaitu pola-pola kerja dengan paradigma lama program KB yang mengacu pada pencapaian target melalui penerapan ancaman, serta pandangan skeptis terhadap kemampuan masyarakat untuk mengadopsi informasi program. Pendekatan seperti ini akhirnya menyebabkan petugas di lini lapangan tidak memiliki cukup motivasi untuk menerapkan metode KIE, KIP/konseling sebagai perwujudan penghargaan terhadap hak-hak reproduksi. Selain itu, Akses terhadap pelayanan salah satu unsur pokok yang sangat erat hubungannya dengan kepuasan individu dan keberhasilan pencapaian program (BKKBN, 2009). Analisa hasil penelitian yang telah dilaksanakan, menunjukan bahwa alat kontrasepsi pria yang selama ini ada cukup terjangkau baik dari segi biaya maupun ketersediaannya. Meskipun demikian dibeberapa tempat sarana pelayanan KB pria masih sulit ditemukan karena kendala geografis yang tidak mendukung. Keterkaitan antara akses terhadap sarana pelayanan dengan kesertaan KB pria berdasarkan hasil temuan penelitian ini terbukti sangat kuat. Koefisien korelasi sebesar 0,283 dengan taraf signifikansi 0,004 menunjukkan keeratan hubungan antara kedua faktor tersebut. Selain itu, yang perlu mendapatkan perhatian lebih berdasar penelitian ini adalah perlunya pengembangan sarana pelayanan khusus pria dengan pertimbangan kebutuhan pria akan sarana pelayanan yang terjamin keamanan, kerahasiaan serta persepsi tentang minimnya permasalahan kesehatan yang muncul paska pelayanan kontrasepsi bagi pria (Ritya, 2009). Berdasarkan temuan dilapangan komplikasi paska pelayanan yang dialami pria terutama terjadi karena kurangnya kualitas pelayanan terutama pada unsur kompetensi petugas pelayanan (Winarni, 2005).



6. Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB
Saat ini di Jawa Timur belum semua fasilitas pelayanan kesehatan primer dapat melayani KB dan kesehatan reproduksi. Di samping hal tersebut, masih banyak pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi yang kurang efektif dan efisien untuk jangka panjang (Soekarno, 2009).
Salah satu contoh kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB adalah di Kabupaten Jember yang kehilangan sedikitnya seratus petugas penyuluh keluarga berencana, atau sekitar 36 persen dari jumlah yang ada pada tahun 2008. Hilangnya sejumlah petugas tersebut merupakan konsekuensi dari perubahan struktur kelembagaan dan adanya petugas yang pensiun atau meninggal. Padahal, penyuluh lapangan KB dan penyuluh KB (PLKB dan PLB) merupakan ujung tombak keberhasilan program keluarga berencana. Pasalnya, dalam tugasnya mereka dibekali pendidikan dan pelatihan khusus (Winarni, 2005). Kondisi ini semakin diperkuat dengan pasca otonomi daerah, para penyuluh lapangan berstatus sarjana dialihkan oleh pemerintah daerah untuk pembangunan sektor lain, sehingga terjadi kekurangan tenaga PLKB/PKB (Wirawan, 2008).
2.3 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat di Jawa Timur
Arah kebijakan dalam rangka meningkatkan pembangunan kependudukan dan keluarga berencana dijabarkan dalam program-program pembangunan sebagai berikut:
1. Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang berkelanjutan.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;
b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.
2. Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.
3. Program Pengembangan Keluarga Berencana
Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;
b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;
d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin serta kelompok rentan lainnya; dan
e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.
4. Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;
c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.
5. Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas
Program ini bertujuan untuk membina kemandirian dan sekaligus meningkatkan cakupan dan mutu pelayanan KB dan kesehatan reproduksi.
Kegiatan pokoknya adalah :
a. Peningkatan kemampuan tenaga lapangan dan kemandirian kelembagaan KB yang berbasis masyarakat;
b. Pengelolaan data dan informasi keluarga berbasis data mikro.
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sumber Data
Data dan fakta yang berhubungan dengan pembahasan tema ini didapatkan dengan tahapan-tahapan pengumpulan data dengan cara pembacaan kritis terhadap ragam literatur yang berhubungan dengan tema pembahasan.
Data yang digunakan adalah data dengan kriteria telah dipublikasikan kepada masyarakat melalui literatur yang diterbitkan, surat kabar, buletin, jurnal upun internet. Dengan demikian penulis mengelompokan atau menyeleksi data dan informasi berdasarkan ktegori dan relevansi untuk selanjutnya dianalisis dan disimpulkan.
3.2 Analisis Data
Dalam penulisan ini teknik analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1998), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Untuk menganalisa data dan informasi yang didapat, digunakan analisis isi (content analysis).  Analisis isi adalah suatu teknik yang sistematik untuk menganalisis makna pesan dan cara mengungkapkan pesan. Analisis isi selalu melibatkan kegiatan menghubungkan atau membandingkan penemuan berupa kriteria atau teori. Langkah yang dilakukan dalam menganalisis data pada penelitian ini menggunakan interaktive model dari Miles dan Huberman (Miles dan Huberman, 1994). Model ini terdiri dari 4 komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan atau reduksi data, (3) penyajian data dan (4) penarikan dan pengujian atau verifikasi kesimpulan.





BAB IV
ANALISIS DAN SINTESIS
4.1 Analisis
Berdasarkan pustaka yang telah dikumpulkan didapatkan data bahwa pelu adanya upaya untuk membangkitkan pembangunan KB di Jatim (Winarni, 2005). Pemicu harus diadakanya upaya atau langkah-langkah startegis untuk meninkatkan pembangunan KB di Jawa Timur adalah masih tingginya jumlah penduduk di Jawa Timur dimana berdasarkan hasil Susenas 2006, jumlah rumahtangga di Jawa Timur tahun 2006 ada sebanyak 10.490.640 dengan jumlah penduduk 37.478.737 jiwa. Dengan demikian rata-rata banyaknya penduduk per rumahtangga  sebesar 3,57 orang. Dengan luas wilayah Jawa Timur sekitar 46.428 kilometer persegi, maka tingkat kepadatan penduduk Jawa Timur sebesar 807 jiwa per kilometer persegi (BPS Jatim, 2009). Selain  itu, masih rendahnya tingkat ekonomi masyarakat di Jawa Timur dimana berdasarkan hasil pendataan Biro Pusat Statistik (BPS), jumlah penduduk miskin Jawa Timur pada bulan Mei 2006 sebanyak 7,456 juta orang. Sementara dari hasil pendataan pada bulan Maret 2007 diperoleh perkiraan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 7,138 juta orang yang terdiri dari 2.565.700 orang di wilayah perkotaan dan 4.572.000 orang di wilayah pedesaan. Dengan demikian selama sepuluh bulan terakhir terjadi penurunan jumlah penduduk miskin Jawa Timur sebanyak 318.000 orang atau dengan kata lain persentase penduduk miskin berkurang 1% poin dari, 19,94% pada Mei 2006 menjadi 18,93 % pada bulan Maret 2007.
Dengan demikian perlu dilakukan upaya atau langkah-langkah strategis untuk meningkatkan pembangunajn KB di Jawa Timur agar tidak terjadi ledakan penduduk dan angka kemiskina yang semakin tinggi di jawa timur melalui strategi pembangunan KB berbasis masyarakat di Jawa Timur.
4.2 Sintesis
4.2.1 Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat
Pola kebijakan Kb yang berbasis masyarakat adalah pola peningkatan KB yang didasarkan pada kepentingan dan kebutuhan masyarakat (Anonymous, 2009). Pola ini harus dilakukan dengan dukungan dan partisipasi sepenuhnya dari masyarakat karena subjek dalam pola ini adalah masyarakat sehingga dituntut peran serta masyarakat dalam pola ini. Langkah-langkah dalam pola kebijakan KB berbasis masyarakat diantaranya adalah Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan, Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana, dan Program Penataan Administrasi Kependudukan
4.2. 2 Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menyeserasikan kebijakan kependudukan yang berkelanjutan. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan dan program pembangunan yang berwawasan kependudukan meliputi aspek kuantitas, kualitas, dan mobilitas;
b. Pengintegrasian faktor kependudukan ke dalam pembangunan sektor lainnya.
4.2.3 Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil
Keluarga merupakan tonggak utama untuk kemajuan masyarakat (Suyono, 2006). Oleh karena itu pelembagaan keluarga kecil mutlak diperlukan untuk meningkatkan upaya pembangunan KB (Mariyah, 1989). Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu.  Kegiatan pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.
4.2.4 Program Kesehatan Reproduksi Remaja
Pengetahuan remaja di Jawa Timur tentang kesehatan reproduksi ternyata masih sangat rendah. Menurut data Puslitbang Sistem dan Kebijakan Kesehatan, 83,7 persen remaja kurang memahami kesehatan reproduksi. Hanya 3,6 persen yang tahu pentingnya kesehatan reproduksi ketidaktahuan remaja tentang kesehatan reproduksi itulah yang diduga memicu tingginya angka aborsi di Jatim. Oleh karena itu Program ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman, pengetahuan, sikap dan perilaku positif remaja tentang kesehatan dan hak-hak reproduksi. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan pelayanan kesehatan reproduksi remaja;
b. Penyelenggaraan promosi kesehatan reproduksi remaja, pemahaman dan pencegahan HIV/AIDS dan bahaya NAPZA;
c. Penguatan dukungan dan partisipasi masyarakat terhadap penyelenggaraan program kesehatan reproduksi remaja yang mandiri.
4.2.5 Program Pengembangan Keluarga Berencana
KB adalah singkatan dari Keluarga Berencana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997), maksud daripada ini adalah: “Gerakan untuk membentuk keluarga yang sehat dan sejahtera dengan membatasi kelahiran. Dengan kata lain KB adalah perencanaan jumlah keluarga. Program ini bertujuan untuk memenuhi permintaan masyarakat akan pelayanan KB dan Kesehatan Reproduksi yang berkualitas. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Pengembangan kebijakan tentang pelayanan KB, komunikasi, informasi, dan edukasi (KIE) peran serta masyarakat dalam KB dan kesehatan reproduksi;
b. Peningkatan akses dan kualitas pelayanan KB dan kesehatan reproduksi;
c. Peningkatan penggunaan kontrasepsi yang efektif dan efisien;
d. Penyediaan alat, obat dan cara kontrasepsi dengan memprioritaskan keluarga miskin serta kelompok rentan lainnya; dan
e. Penyelenggaraan promosi dan pemenuhan hak-hak dan kesehatan reproduksi.
4.2.6 Program Penataan Administrasi Kependudukan
Program ini bertujuan untuk menata administrasi kependudukan dalam upaya mendorong terakomodasinya hak-hak penduduk, tertib administrasi penduduk, tersedianya data dan informasi penduduk yang akurat dan terpadu. Kegiatan pokoknya adalah :
a. Penyempurnaan sistem pendaftaran penduduk, pencatatan sipil, dan pengelolaan informasi kependudukan melalui Sistem Administrasi Kependudukan (SAK);
b. Penataan kelembagaan administrasi kependudukan yang berkelanjutan;
c. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam bidang administrasi informasi kependudukan.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan
v     KB sangat penting bagi pembangunan di Jawa Timur
v     Alasan mengapa KB sangat penting di Jawa Timur diantaranya adalah: Masih tingginya laju pertumbuhan dan jumlah penduduk, . Masih kurang maksimalnya akses dan kualitas pelayanan KB, Rendahnya partisipasi pria dalam ber-KB, Kurangnya pengetahuan dan kesadaran pasangan usia subur dan remaja tentang hak-hak reproduksi dan kesehatan reproduksi, Masih lemahnya ekonomi dan ketahanan keluarga, dan Masih tingginya tingkat kelahiran penduduk.
v     Pola Kebijakan KB berbasis masyarakat yang dapat dilakukandi Jawa Timur diantaranya adalah: Program Penguatan Pelembagaan Keluarga Kecil Berkualitas, Program Kesehatan Reproduksi Remaja, Program Pengembangan Keluarga Berencana, Program Penataan Administrasi Kependudukan, Program Pengembangan Kebijakan Kependudukan
4.2 Saran
v     Pemerintah, terutama Pemprov Jawa Timur agar lebih meningkatkan kegiatan KB sebagai antisipasi adanya ledakan penduduk
v     Masyarakat diharapkan lebih rajin untuk ikut serta dalam program KB, agar bisa menciptakan keluarga yang sejahtera.
v     Pola kebijakan KB yang dapat dilakukan pemerintah harus selalu berbasiskan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Astiti,Tjok Istri Putra. 1994. Pengaruh Hukum Adat dan Program Keluarga Berencana Terhadap Nilai Anak Laki-Laki dan Perempuan pada Masyarakat yang Sedang Berubah.. Disertasi Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Mariyah, Emiliana.1989. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penerimaan Kontrasepsi pada Masyarakat Jawa Timur. Tesis Program Pascasarjana S2 Gadjah Mada.

Sriudayani,Ida Ayu. 2003. Peran Perempuan Dalam pengambilan Keputusan di Dalam Keluarga Untuk Bidang KB-KR.Jakarta: Lembaga Puslitbang Ks-PKP BKKBN, www.pikas.bkkbn.go.id/ditfor/research detail.php, diakses pada tanggal 1 Juli 2009.
Winarni Endah.2005. Partisipasi Pria Dalam ber-KB ( Sumber data : SDKI 2002-2003); Jakarta, Lembaga Puslitbang KB-KR BKKBN, www.pikas.bkkbn.go.id/ditfor/researchdetail.php, diakses tanggal 1 Juli 2009.

Gayuh, Putranto. Telaah Geologi dan Kemiskinan Jawa Timur. (Online). http://gayuhputranto.wordpress.com/tag/buku/. Diakses Tanggal 2 Juli 2009.

Anonymous, 2009. KB Wujudkan Keluarga Berkualitas. (Online). Diakses Tanggal 1 Juli 2009. http://www.gadjahmada.edu/index.php?page=rilis&artikel=2156. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.

Ritya, Gilberto. 2009. KB Aktif Belum Capai 70 Persen dari Total Pasangan Usia Subur (Online). http://hierobokilia.blogspot.com/2009/04/kb-aktif-belum-capai-70-persen-dari.html. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.

Wikipedia. 2009. Keluarga berencana. (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga_Berencana. Diakses Tanggal 2 Juli 2009.

Wikipedia. 2009. Jawa Timur. (Online). http://id.wikipedia.org/wiki/Jawa_Timur. Diakses Tanggal 2 Juli 2009.

Wirawan, 2008. Jember Kehilangan 100 Penyuluh KB. (Online). http://www.beritajatim.com/tag.php?tag=kb. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.

BPS Jatim. 2009. Data Kependudukan Jawa Timur. (Online). www.bps.jatim.go.id. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.
Jawa Pos. 13 Mei 2009. Ancam Ledakan Jumlah Penduduk
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Rinek
BKKBN. 2009. Problematika KB. (Online). www.bkkbn.go.id.artikel//23455/566.php. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.
Soekarno, Rahardi. 2009. Gubernur Belum Puas Program KB Jatim. (Online). http://www.beritajatim.com/tag.php?tag=KB%20Gubernur%20Jatim. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.
Anonymous. 2009. Tayangan Kb Di Tv Lokal, Upaya Mendongkrak Peserta Kb. (Online). http://www.bkkbn.go.id/Webs/DetailBerita.aspx?MyID=6817. Diakses Tanggal 1 Juli 2009.
BPS Jatim. 2009. Kependudukan. (Online). www.bps_jatim.go.id.kependudukan.99099///.53637. Diakses Tanggal 1 Juli 2009










Lampiran

























BIODATA PENULIS
Nama                                : Huzaifah Hamid
Nim                                   : 07330075
T.T Lahir                          : Lokayong, 17 Agustus 1989
Jenis Kelamin                  : Laki-laki
Alamat                            : Jl. Tlogomas Barat no 48 Malang
HP                                     : 081334238462
Riwayat Pendidikan        :
  1. SDN Jepara I No 90 Surabaya lulus tahun 2001
  2. SMP Muhammadiyah 11 Surabaya lulus tahun 2004
  3. SMA Negeri 8 Surabaya lulus tahun 2007
  4. S1 Jurusan Pendidikan Biologi FKIP-UMM- Sekarang
Aktivitas Nonakademik:
1. Ketua Umum HMJ Biologi UMM 2008 – 2009
2.  Anggota UKM FDI UMM 2008 – Sekarang

RAYAP SEBAGAI SUMBER PROTEIN (IKHTIAR KEMBALI KE ALAM UNTUK PENGENTASAN GIZI BURUK)

ABSTRAK
RAYAP SEBAGAI SUMBER PROTEIN
(IKHTIAR KEMBALI KE ALAM UNTUK PENGENTASAN GIZI BURUK)
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualtias, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima disamping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak bangsa.
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat akan potensi rayap sebagai penghasil protein yang dapat membantu mengentaskan gizi buruk dan membantu menambah penghasilan masyarakat dengan ccara membudidayakan rayap.
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan teknik analisa data, analisa deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1998:25), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan. Sedangkan Reduksi data dalam karya tulis ini dilakukan dalam bentuk pemilihan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan literature atau intisari literature.
Berdasarkan dari data dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rayap dapat digunakan sebagai panganan alternative yang mempunyai protein yang tinggi untuk membantu mengurangi gizi buruk selain itu dengan membudidayakan rayap dapat memberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
Kata Kunci: Rayap, gizi buruk, Budidaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Keberhasilan pembangunan nasional suatu bangsa ditentukan oleh ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas, yaitu SDM yang memiliki fisik yang tangguh, mental yang kuat dan kesehatan yang prima di samping penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi. Kekurangan gizi dapat merusak kualitas SDM.
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Indonesia dapat dikatakan tidak sakit akan tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi (Atmarita, 2008). Kejadian kekurangan gizi sering terluputkan dari penglihatan atau pengamatan biasa, akan tetapi secara perlahan berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita, serta rendahnya umur harapan hidup.
Di Indonesia gizi buruk ini melanda 27 persen balita atau mencapai 175 ribu penderita di seluruh indonesia(Tjuk, 2008). Untuk mengatasi hal ini pemerintah melakukan berbagai macam cara diantaranya dengan melakukan SKPG (Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi) yang melakukan pemetaan daerah rawan pangan. Selain itu, pemerintah akan mengaktifkan kembali peran Posyandu (Pos Pelayanan Terpadu) dalam mengontrol berat badan balita, karena orang yang aktif adalah ibu balita, bukan petugas Posyandu setempat (Eko, 2008).
Penyebab kekurangan gizi pada masyarakat ini adalah kurangnya makanan yang cukup mengandung hidrat arang, lemak, protein serta vitamin dan mineral yang sering menjadi masalah adalah protein. Berkat protein, tubuh manusia bisa tumbuh dan terpelihara. Protein akan membentuk sel-sel dan jaringan baru tubuh dan memelihara pertumbuhan dan perbaikan jaringan tubuh yang aus. Protein juga membantu pengaturan asam basa di dalam tubuh, serta membentuk hormon dan enzim yang kemudian berperan dalam berbagai proses kimia tubuh. Protein juga bisa menjadi bahan bahan untuk energi bila keperluan tubuh akan hidrat arang dan lemak tidak terpenuhi. Kekurangan protein akan membuat tubuh mudah merasa lelah, tekanan darah turun, dan daya tahan terhadap infeksi menurun. Pada anak-anak, selain mudah terserang penyakit kwasiorkor, juga pertumbuhan dan tingkat kecerdasannya akan terganggu.
Namun, hal ini sulit diterapkan dalam masyarakat karena selain harganya mahal dan juga banyak orang tidak tahu seberapa banyak protein yang dibutuhkan serta apa saja sumber-sumbernya.. Oleh karena itu dibutuhkan sumber alternatif gizi yang mudah, murah, dan banyak terdapat di masyarakat.
Rayap sebagai salah satu alternatif sumber protein banyak tersedia di masyarakat dan harganya murah. Namun banyak masyarakat hanya kenal rayap sebagai hewan perusak. Hal ini erat kaitannya dengan kemampuan makannya yang sangat cepat. Makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabotan, kayu bagian konsruksi, sampah, dan tunggak. Kayu-kayu yang tertimbun di bawah fondasi bangunan (ini merupakan bahan sarang yang baik karena kelak mereka dimungkinkan untuk “naik”), kayu sisa cetakan beton yang tidak dikeluarkan dari konstruksi, dan lain-lain.
Perubahan iklim ditengarai juga ikut mempercepat perkembangan rayap yang pada akhirnya memperparah kerusakan bangunan maupun peralatan manusia yang terbuat dari kayu. Berdasarkan penelitian dua tahun terakhir, misalnya, 55 persen bangunan di Jakarta sudah rusak oleh rayap, sementara di Semarang 41 persen, dan Surabaya 36 persen. Kerugian finansial yang harus ditanggung secara nasional diperkirakan mencapai 3,73 juta dollar AS (Dodi, 2008). Jadi, untuk menghindar dari serangan rayap jelas perlu dihindarkan obyek-obyek makanan rayap ini, kecuali bila bahan kayu memang diperlukan maka perlu perlakuan perlindungan seperti perlakuan tanah dengan insektisida (soil treatment), pengawetan kayu (wood preservation). Atau biarkan saja sampai rayap menyerang kemudian rayapnya kita serang – tapi kerugian besar tak terhindarkan dan pengendalian rayap akan sangat sulit (sifat kritobiotik !).
Pemanfaatan rayap sebagai sumber protein tinggi dapat dilakukan mulai dari makanan yang sifatnya sederhana, seperti membuat aneka panganan, seperti rempeyek rayap, hingga mengolahnya menjadi permen. Bahkan, rayap sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk pakan ayam. Mengingat jumlahnya yang besar di tanah air, tidak sulit menemukan rayap di sekitar tempat tinggal masyarakat.
Berangkat dari wacana dan peluang tersebut maka perlu adanya, budidaya atau pemanfaatan rayap sebagai upaya untuk mengurangi kerugian yang diakibatkan oleh serangan rayap yang mencapai 3,73 juta dollar AS. Selain itu, dengan membudidayakan rayap juga bermanfaat untuk mengurangi angka kemiskinan dan jumlah pengganguran yang ada di Indonesia karena, akan membuka peluang bagi masyarakat untuk menambah penghasilan sampingan bagi mereka.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu
1.Bagaimanakah potensi rayap sebagai alternative pengentas gizi buruk ?
2.Bagaimanakah potensi budidaya rayap untuk meningkatkan pendapatan masyarakat?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan karya ilmiah ini adalah memberikan informasi kepada masyarakat akan potensi rayap sebagai penghasil protein yang dapat membantu mengentaskan gizi buruk dan membantu menambah penghasilan masyarakat dengan ccara membudidayakan rayap.
1.4 Manfaat penulisan
Berdasarkan latar belakang rumusan masalah dan tujuan di atas maka manfaat yang diharapkan dalam penulisan karya ilmiah ini adalah:
a. Masyarakat dapat memanfaatkan potensi rayap yang begitu besar terdapat di sekitar lingkungan masyarakat.
b. Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran pada masyarakat karena, dengan membudidayakan rayap berarti dapat menciptakan lapangan kerja yang baru
BAB II
TELAAH PUSTAKA
2.1 GIZI BURUK
Beragam masalah malnutrisi banyak ditemukan pada anak-anak. Dari kurang gizi hingga busung lapar. Secara umum kurang gizi adalah salah satu istilah dari penyakit malnutrisi energi-protein(MEP), yaitu penyakit yang diakibatkan kekurangan energi dan protein. Bergantung pada derajat kekurangan energi-protein yang terjadi, maka manifestasi penyakitnya pun berbeda-beda. MEP ringan sering diistilahkan dengan kurang gizi. Sedangkan marasmus, kwashiorkor (sering juga diistilahkan dengan busung lapar atau HO), dan marasmik-kwashiorkor digolongkan sebagai MEP berat.
Tabel1. Data penderita gizi kurang dan buruk di Indonesia dari tahun 1989-2004 (Susenas):
Tahun Jumlah Penduduk Jumlah Balita Gizi Kurang dan Buruk Jumlah Balita Gizi Buruk
1989 177.614.965 7.986.279 1.324.769
1992 185.323.456 7.910.346 1.607.866
1995 95.860.899 6.803.816 2.490.567
1998 206.398.340 6.090.815 2.169.247
1999 209.910.821 5.256.587 1.617.258
2000 203.456.005 4.415.158 1.348.181
2001 206.070.000 4.733.028 1.142.455
2002 208.749.460 5.014.028 1.469.596
2004 211.567.577 5.119.935 1.528.676
Sumber: www. depkes.go.id
Tabel 2. Data terbaru tahun 2007 di Indonesia diketahui bahwa:
Kota Gizi Buruk
Jawa Tengah 15.980
Cilacap 120
Sampang 59
Tangerang 2.895
Trenggalek 500
Sumber: www.tribunkaltim.com
Berdasarkan data tersebut diketahui bahwa penderita gizi buruk di Indonesia masih besar. Secara umum penyakit gizi buruk dibagi menjadi beberapa macam yaitu:
2.1.1 KURANG GIZI
Penyakit ini paling banyak menyerang anak balita, terutama di negara-negara berkembang. Gejala kurang gizi ringan relatif tidak jelas, hanya terlihat bahwa berat badan anak tersebut lebih rendah dibanding anak seusianya. Rata-rata berat badannya hanya sekitar 60-80% dari berat ideal. Adapun ciri-ciri klinis yang biasa menyertainya antara lain :
1). Kenaikan berat badan berkurang, terhenti, atau bahkan menurun.
2). Ukuran lingkaran lengan atas menurun.
3). Maturasi tulang terlambat
4). Rasio berat terhadap tinggi, normal atau cenderung menurun.
5). Tebal lipat kulit normal atau semakin berkurang.
2.1.2 MARASMUS
Anak-anak penderita marasmus secara fisik mudah dikenali. Meski masih anak-anak,
wajahnya terlihat tua, sangat kurus karena kehilangan sebagian lemak dan otot-ototnya. Penderita marasmus berat akan menunjukkan perubahan mental, bahkan hilang kesadaran. Dalam stadium yang lebih ringan, anak umumnya jadi lebih cengeng dan gampang menangis karena selalu merasa lapar. Ada pun ciri-ciri lainnya adalah:
1). Berat badannya kurang dari 60% berat anak normal seusianya
2). Kulit terlihat kering, dingin dan mengendur.
3). Beberapa di antaranya memiliki rambut yang mudah rontok
4). Tulang-tulang terlihat jelas menonjol.
5). Sering menderita diare atau konstipasi
6). Tekanan darah cenderung rendah dibanding anak normal, dengan kadar hemoglobin yang juga lebih rendah dari semestinya.
2.1.3 KWASHIORKOR
Kwashiorkor sering juga diistilahkan sebagai busung lapar atau HO. Penampilan anak-anak penderita HO umumnya sangat khas, terutama bagian perut yang menonjol. Berat badannya jauh di bawah berat normal. Edema stadium berat maupun ringan biasanya menyertai penderita ini. Beberapa ciri lain yang menyertai di antaranya :
1). Perubahan mental menyolok. Banyak menangis, bahkan pada stadium lanjut anak terlihat sangat pasif.
2). Penderita nampak lemah dan ingin selalu terbaring.
3). Diare dengan feses cair yang banyak mengandung asam laktat karena berkurangnya produksi lactase dan enzim penting lainnya.
4). Kelainan kulit yang khas, dimulai dengan titik merah menyerupai petechia ( pendarahan kecil yang timbul sebagia titik berwarna merah keunguan, pada kulit maupun selaput lender, Red.), yang lambat laun kemudian menghitam. Setelah mengelupas, terlihat kemerahan dengan batas menghitam. Kelainan ini biasanya dijumpai di kulit sekitar punggung, pantat, dan sebagainya.
5). Pembesaran hati, bahkan saat rebahan, pembesaran ini dapat diraba dari luar tubuh, terasa licin dan kenyal
2.1.4 MARASMIK- KWASHIORKOR
Penyakit ini merupakan gabungan dari marasmus dan kwashiorkor dengan gabungan gejala yang menyertai:
1). Berat badan penderita hanya berkisar di angka 60% dari berat normal. Gejala khas kedua penyakit tersebut nampak jelas, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit dan sebagainya.
2). Tubuh mengandung lebih banyak cairan, karena berkurangnya lemak dan otot.
3). Kalium dalam tubuh menurun drastic sehingga menyebabkan gangguan metabolic seperti gangguan pada ginjal dan pancreas.
4). Mineral lain dalam tubuh pun mengalami gangguan, seperti meningkatnya kadar natrium dan fosfor inorgonik serta menurunya kadar magnesium
2.1.5 GAGAL TUMBUH
Selain malnutrisi energi-protein di atas, ada juga gangguan pertumbuhan yang diistilahkan dengan gagal tumbuh. Gagal tumbuh adalah bayi/anak dengan pertumbuhan fisik kurang secara bermakna disbanding anak sebayanya. Untuk mudahnya, pertumbuhan anak tersebut ada di bawah kurva pertumbuhan normal. Tanda-tanda lainnya adalah :
1). Kegagalan mencapai tinggi dan berat badan ideal
2). Hilangnya lemak di bawah kulit secara signifikan
3). Berkurangnya massa otot
4). Dermatitis
5). Infeksi berualang
2.1.6 FAKTOR PENYEBAB
Secara umum masalah malnutrisi energi-protein (MEP) disebabkan beberapa factor yang paling dominant adalah tanggung jawab negara terhadap rakyatnya karena bagaimanapun MEP tidak akan terjadi bila kesejahteraan rakyat terpenuhi. Berikut faktor-faktor penyebab terjadinya gizi buruk:
1). Faktor sosial, yang dimaksud disini adalah rendahnya kesadaran masyarakat akan pentingnya makanan bergizi bagi pertumuhan anak. Sehingga banyak balita yang diberi makan “sekedarnya” atau asal kenyang padahal miskin gizi.
2). Kemiskinan, hal ini sering dituding sebagai biang keladi munculnya penyakit ini di Negara-negara berkembang. Rendahnya pendapatan masyarakat menyebabkan kebutuhan paling mendasar, yaitu pangan pun seringkali tak bisa terpenuhi.
3). Laju pertambahan penduduk yang tidak seimbang dengan bertambahnya ketersediaan bahan pangan akan menyebabkan krisis pangan. Ini pun menjadi penyebab munculnya penyakit MEP.
4). Infeksi, tak dapat dipungkiri memang ada hubungan erat antara infeksi dengan malnutrisi. Infeksi sekecil apa pun berpengagruh pada tubuh. Sedangkan kondisi malnutrisi akan semakin memperlemah daya tahan tubuh yang pada giliran berikutnya akan mempermudah masuknya beragam penyakit.
Tindakan pencegahan otomatis sudah dilakukan bila factor-faktor penyebabnya dapat dihindari. Misalnya ketersediaan pangan yang tercukupi, daya beli masyarakat untuk dapat membeli bahan pangan, serta pentingnya sosialisasi makanan bergizi terutama bagi balita.
2.1.7 LANGKAH PENGOBATAN
Pengobatan pada penderita MEP tentu saja harus disesuaikan dengan tingkatannya. Penderita kurang gizi stadium ringan, contohnya, diatasi dengan perbaikan gizi. Dalam sehari anak-anak ini harus mendapat masukan protein sekitar 2-3 gram atau setara dengan 100-150 Kkal. Sedangkan pengobatan MEP berat cenderung lebih kompleks karena masing-masing penyakit yang menyertai harus diobati satu per satu. Penderita pun sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk mendapat perhatian medis secara penuh. Sejalan dengan pengobatan penyakit penyerta maupun infeksinya, status gizi anak tersebut terus diperbaiki hingga sembuh.
Secara umum pentingnya gizi dan penyebab terjadinya kekurangan gizi dapat dilihat pada bagan berikut:
Bagan 1. Gizi menurut daur kehidupan
Bagan 2. Penyebab kurang gizi
2.2 PROTEIN
Gizi yang cukup yang dapat menjamin kesehatan optimal Dalam hidup protein memegang peranan yang penting. Proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim, suatu protein yang berfungsi sebagai biokatalis. Di samping itu, hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubu, adalah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau yang disebut antigen, juga suatu protein. Kita memperoleh protein dari makanan yang berasal dari hewan dan tumbuhan. Protein yang berasal dari tumbuhan disebut protein nabati, sedangkan yang berasal dari hewan disebut protein hewani. Beberapa sumber protein adalah daging, telur, susu, beras, kacang, kedelai, gandum, jagung, dan buah-buahan.
Protein membentuk sebahagian besar struktur di dalam sel termasuklah sebagai enzim dan pigmen respiratori. Protein dibentuk dari percantuman unit asas yang dikenali sebagai asid amino. Protein boleh dibahagikan kepada dua jenis yaitu protein fibrous yang banyak bergantung kepada struktur sekunder dinama bentuk protein ini boleh diulang. Manakala bentuk kedua ialah protein globular (enzim dan antibodi) yang banyak bergantung kepada interaksi struktur bebas yang terdapat 20 jenis asid amino yang digunakan untuk membentuk rantaian polipeptida (protein) Fungsi, bentuk, ukuran dan jenis protein akan ditentukan oleh jenis, bilangan dan taburan asam amino yang terdapat di dalam struktur tersebut. Penamaan beberapa asam amino dinamakan tindakbalas kondensasi dengan dicirikan berlakunya pembentukan ikatan peptida dan pembentukan molekul air. Penamaan ini akan menghasilkan rantai peptida yang lebih dikenali sebagai polipeptida dengan mempunyai dua ujung rantai yang berbeda sifatnya. Di ujung yang mempunyai kumpulan amino dikenali sebagai terminal N (amino) dan ujung yang mempunyai kumpulan karboksil dikenal sebagai terminal N. penyambungan rantai asam amino ini memerlukan tenaga yang tinggi dan ketepatan urutan asam amino dalam rantai ini pula tergantung pada koordinasi di antara mRNA dan tRNA.
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Seperlima bagian tubuh protein, separuhnya ada di dalam otot, seperlima di dalam tulang dan tulang rawan, sepersepuluh didalam kulit, dan selebihnya didalam jaringan lain, dan cairan tubuh. Semua enzim, berbagai hormon, pengangkut zat-zat gizi dan darah, matriks intra seluler dan sebagainya adalah protein. Disamping itu asam amino yang membentuk protein bertindak sebagai prekursor sebagian besar koenzim, hormon, asam nukleat, dan molekul-molekul yang essensial untuk kehidupan. Protein mempunyai fungsi khas yang tidak dapat digantika oleh zat gizi lain, yaitu membangun serta memelihara sel-sel dan jaringan tubuh.
Protein yang dibentuk dengan hanya menggunakan satu polipeptida dinamakan sebagai protein monomerik dan yang dibentuk oleh beberapa polipeptida contohnya hemoglobin pula dikenali sebagai protein multimerik. Protein (akar kata protos dari bahasa Yunani yang berarti “yang paling utama”) adalah senyawa organik kompleks berbobot molekul tinggi yang merupakan polimer dari monomer-monomer asam amino yang dihubungkan satu sama lain dengan ikatan peptida. Molekul protein mengandung karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen dan kadang kala sulfur serta fosfor. Protein berperan penting dalam struktur dan fungsi semua sel makhluk hidup dan virus. Kebanyakan protein merupakan enzim atau subunit enzim. Jenis protein lain berperan dalam fungsi struktural atau mekanis, seperti misalnya protein yang membentuk batang dan sendi sitoskeleton. Protein terlibat dalam sistem kekebalan (imun) sebagai antibodi, sistem kendali dalam bentuk hormon, sebagai komponen penyimpanan (dalam biji) dan juga dalam transportasi hara. Sebagai salah satu sumber gizi, protein berperan sebagai sumber asam amino bagi organisme yang tidak mampu membentuk asam amino tersebut (heterotrof).
Protein merupakan salah satu dari biomolekul raksasa, selain polisakarida, lipida, dan polinukleotida, yang merupakan penyusun utama makhluk hidup. Selain itu, protein merupakan salah satu molekul yang paling banyak diteliti dalam biokimia. Protein ditemukan oleh Jons Jakob Berzelius pada tahun 1838. Biosintesis protein alami sama dengan ekspresi genetik. Kode genetik yang dibawa DNA ditranskripsi menjadi RNA, yang berperan sebagai cetakan bagi translasi yang dilakukan ribosoma. Sampai tahap ini, protein masih “mentah”, hanya tersusun dari asam amino proteinogenik. Melalui mekanisme pascatranslasi, terbentuklah protein yang memiliki fungsi penuh secara biologi.
Dalam kehidupan protein memegang peranan yang penting, proses kimia dalam tubuh dapat berlangsung dengan baik karena adanya enzim yang berfungsi sebagai biokatalis. Disamping itu hemoglobin dalam butir-butir darah merah atau eritrosit yang berfungsi sebagai pengangkut oksigen dari paru-paru keseluruh bagian tubuh, adalah salah satu jenis protein. Demikian pula zat-zat yang berperan untuk melawan bakteri penyakit atau disebut antigen, juga suatu protein.
2.2.1 Zat Protein
Protein dari makanan yang kita konsumsi sehari-hari dapat berasal dari hewani maupun nabati. Protein yang berasal dari hewani seperti daging, ikan, ayam, telur, susu, dan lain-lain disebut protein hewani, sedangkan protein yang berasal dari tumbuh-tumbuhan seperti kacang-kacangan, tempe, dan tahu disebut protein nabati. Dahulu, protein hewani dianggap berkualitas lebih tinggi daripada menu seimbang protein nabati, karena mengandung asam-asam amino yang lebih komplit. Tetapi hasil penelitian akhir-akhir ini membuktikan bahwa kualitas protein nabati dapat setinggi kulaitas protein hewani, asalkan makanan sehari-hari beraneka ragam. Dengan susunan hidangan yang beragam atau sering pula disebut sebagai, maka kekurangan asam amino dari bahan makanan yang satu, dapat ditutupi oleh kelebihan asam-asam amino dari bahan makanan lainnya. Jadi dengan hidangan: ada nasi atau penggantinya, lauk-pauk, sayur-sayuran, dan buah-buahan, apalagi bila ditambah susu, maka susunan hidangan adalah sehat. Bukan saja jumlah atau kualitas zat-zat gizi yang kita butuhkan tercukupi, tetapi juga kualitas zat-zat gizi yang kita konsumsi bermutu tinggi.
Protein dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan, pembentukan otot, pembentukan sel-sel darah merah, pertahanan tubuh terhadap penyakit, enzim dan hormon, dan sintesa jaringan-jaringan badan lainnya. Protein dicerna menjadi asam-asam amino, yang kemudian dibentuk protein tubuh di dalam otot dan jaringan lain. Protein dapat berfungsi sebagai sumber energi apabila karbohidrat yang dikonsumsi tidak mencukupi seperti pada waktu berdiet ketat atau pada waktu latihan fisik intensif. Sebaiknya, kurang lebih 15% dari total kalori yang dikonsumsi berasal dari protein.
2.2.2Sintesis Protein
Tumbuh-tumbuhan dan hewan dapat mensintesis protein, yaitu tumbuh-tumbuhan dari nitrogen yang tersedia ditanah, sedangkan hewan dari asam amino yang diperoleh dari makanan berasal dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Hewan dapat mensintesis beberapa macam asam amino dari nitrogen yang berasal dari makanan. Sintesis protein meliputi pembentukan rantai panjang asam amino yang dinamakan rantai peptide. Ikatan kimia yang mengaitkan dua asam amino satu sama lain dinamkan ikatam peptide. Ikatan ini terjadi karena satu hydrogen (H) dari gugus amino suatu asam amino bersatu dengan hidroksil (OH) dari gugus karboksil asam amino yang lain. Proses ini menghasilkan satu molekul air, sedangkan CO dan NH yang tersisa akan menbentuk ikatan peptide. Sebaliknya ikatan peptide ini dapat dipecah menjadi asam amino, oleh asam atau enzim pencerna dengan penambahan satu molekul air. Proses ini dinamakan hidrolisis.
Hasil akhir pencernaan protein terutama berupa asam amino dan ini segera diabsorpsi dalm waktu lima belas menit setelah makan. Absorpsi terutama terjadi dalam usus halus berupa empat sistem absorpsi aktif yang membutuhkan energi, yaitu masing-masing untuk asam amino netral, asam amino asam dan basa, serta untuk prolin dan hidroksiprolin. Absorpsi ini menggunakan mekanisme transpor natriun seperti halnya pada absorpsi glukosa. Asam amino yang diabsorpsi memasuki sirkulasi darah melalui vena porta dan dibawa ke hati. Sebagian asam amino digunakan oleh hati, dan sebagian lagi melalui sirkulasi darah dibawa ke sel-sel jaringan.
Kadang-kadang protein yang belum dicerna dapat memasuki mukosa usus halus dan muncul dalam darah. Hal ini sering terjadi pada protein susu dan protein telur yang dapat menimbulkan gejala alergi (immunological sensitive protein). Sebagian besar asam amino telah diabsorpsi pada saat asam amino sampai diujung usus halus. Hanya 1 % proein yang dimakan ditemukan dalam feses. Protein endogen yang berasal dari sekresi saluran cerna dan sel-sel yang rusak juga dicerna dan diabsorpsi. Ribuan protein yang terdapat dalam tubuh manusia melakukan berbagai fungsi yang begitu banyak ubtuk dituliskan. Fungsi ini menyangkut pekerkjaan sebagai pembawa vitamin, oksigen dan karbondioksida plus peranan structural, kinetic, katalitik serta pembentukan sinya
2.3 RAYAP
Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar 2.000 spesies dan di Indonesia telah tercatat kurang lebih 200 jenis (spesies). Nama lain dari rayap adalah anai-anai, semut putih, rangas dan laron (khusus individu bersayap), dan alates. Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira- kira 2000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap ( Nandika dan Tambunan, 1989).
Beberapa sifat yang penting untuk diperhatikan dalam kehidupan rayap adalah sifat : (1)Trophalaxis, yaitu sifat rayap untuk berkumpul saling menjilat serta mengadakan pertukaran bahan makanan; (2) Cryptobiotic, yaitu sifat rayap untuk menjauhi cahaya. (3) Kanibalisme, yaitu sifat rayap untuk memakan individu sejenis yang lemah atau sakit.; dan (4) Sifat Necrophagy, yaitu sifat rayap untuk memakan bangkai sesamanya.
Koloni rayap dapat terbentuk melalui beberapa cara, yaitu : (1) pembentukan koloni oleh kasta reproduktif primer (laron); (2) Pembentukan koloni dengan cara isolasi; dan (3). Pembentukan koloni dengan cara migrasi.
Selulosa adalah makanan utama rayap, oleh karena itu kayu dan jaringan tanaman lainnya merupakan sasaran utama serangga rayap. Walaupun makanan utama rayap adalah selulosa, tetapi rayap tidak dapat hidup dan tumbuh normal bila hanya tersedia selulosa murni. Para ahli menyimpulkan bahwa rayap hidup dan tumbuh bila tersedia makanan yang mengandung gula, protein, garam dan vitamin A,B, dan E karena zat- zat tersebut sangat penting dalam kehidupannya. Dari perilaku makan yang demikian rayap termasuk golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem.
2.3.1 Sebaran dan Makanan
Rayap pada dasarnya adalah serangga daerah tropika dan subtropika. Namun sebarannya kini cenderung meluas ke daerah sedang (temperate ) dengan batas-batas 50o LU dan LS. Di daerah tropika rayap ditemukan mulai dari pantai sampai ketinggian 3000 m di atas permukaan laut. Makanan utamanya adalah kayu atau bahan yang terutama terdiri atas selulosa. Dari perilaku makan yang demikian kita menarik kesimpulan bahwa rayap termasuk golongan makhluk hidup perombak bahan mati yang sebenarnya sangat bermanfaat bagi kelangsungan kehidupan dalam ekosistem kita. Mereka merupakan konsumen primer dalam rantai makanan yang berperan dalam kelangsungan siklus beberapa unsur penting seperti karbon dan nitrogen. Tapi masalahnya adalah manusia juga merupakan konsumen primer yang memerlukan hasil-hasil tanaman bukan saja untuk makanannya tetapi juga untuk membuat rumah dan bangunan-bangunan lain yang diperlukannya. Di sinilah letak permasalahannya, sehingga manusia bersaing dengan rayap. Semula agak mengherankan para pakar bahwa rayap mampu makan (menyerap) selulosa karena manusia sendiri tidak mampu mencernakan selulosa (bagian berkayu dari sayuran yang kita makan, akan dikeluarkan lagi !), sedangkan rayap mampu melumatkan dan menyerapnya sehingga sebagian besar ekskremen hanya tinggal lignin saja. Keadaan menjadi jelas setelah ditemukan berbagai protozoa flagellata dalam usus bagian belakang dari berbagai jenis rayap (terutama rayap tingkat rendah: Mastotermitidae, Kalotermitidae dan Rhinotermitidae), yang ternyata berperan sebagi simbion untuk melumatkan selulosa sehingga rayap mampu mencernakan dan menyerap selulosa. Bagi yang tak memiliki protozoa seperti famili Termitidae, bukan protozoa yang berperan tetapi bakteria — dan bahkan pada beberapa jenis rayap seperti Macrotermes , Odontotermes dan Microtermes memerlukan bantuan jamur perombak kayu yang dipelihara di “kebun jamur” dalam sarangnya.
Semua rayap makan kayu dan bahan berselulosa, tetapi perilaku makan (feeding behavior ) jenis-jenis rayap bermacam-macam. Hampir semua jenis kayu potensial untuk dimakan rayap. Memang ada yang relatif awet seperti bagian teras dari kayu jati tetapi kayu jati kini semakin langka. Untuk mencapai kayu bahan bangunan yang terpasang rayap dapat “keluar” dari sarangnya melalui terowongan-terowongan atau liang-liang kembara yang dibuatnya. Bagi rayap subteran (bersarang dalam tanah tetapi dapat mencari makan sampai jauh di atas tanah), keadaan lembab mutlak diperlukan. Hal ini menerangkan mengapa kadang-kadang dalam satu malam saja rayap Macrotermes dan Odontoterme s telah mampu menginvasi lemari buku di rumah atau di kantor jika fondasi bangunan tidak dilindungi. Sebaliknya, rayap kayu kering (Cryptotermes) tidak memerlukan air (lembab) dan tidak berhubungan dengan tanah. Juga tidak membentuk terowongan-terowongan panjang untuk menyerang obyeknya. Mereka bersarang dalam kayu, makan kayu dan jika perlu menghabiskannya sehingga hanya lapisan luar kayu yang tersisa, dan jika di tekan dengan jari serupa menekan kotak kertas saja. Ada pula rayap yang makan kayu yang masih hidup dan bersarang di dahan atau batang pohon, seperti Neotermes tectonae yang menimbulkan kerusakan (pembengkakan atau gembol) yang dapat menyebabkan kematian pohon jati. Penggolongan menurut habitat atau perilaku bersarang.
Berdasarkan lokasi sarang utama atau tempat tinggalnya, rayap perusak kayu dapat digolongkan dalam tipe-tipe berikut :
1. Rayap pohon, yaitu jenis-jenis rayap yang menyerang pohon yang masih hidup, bersarang dalam pohon dan tak berhubungan dengan tanah. Contoh yang khas dari rayap ini adalah Neotermes tectonae (famili Kalotermitidae), hama pohon jati.
2. Rayap kayu lembab, menyerang kayu mati dan lembab, bersarang dalam kayu, tak berhubungan dengan tanah. Contoh : Jenis-jenis rayap dari genus Glyptotermes (Glyptotermes spp., famili Kalotermitidae).
3. Rayap kayu kering, seperti Cryptotermes spp. (famili Kalo-termitidae), hidup dalam kayu mati yang telah kering. Hama ini umum terdapat di rumah-rumah dan perabot-perabot seperti meja, kursi dsb. Tanda serangannya adalah terdapatnya butir-butir ekskremen kecil berwarna kecoklatan yang sering berjatuhan di lantai atau di sekitar kayu yang diserang. Rayap ini juga tidak berhubungan dengan tanah, karena habitatnya kering.
4. Rayap subteran, yang umumnya hidup di dalam tanah yang mengandung banyak bahan kayu yang telah mati atau membusuk, tunggak pohon baik yang telah mati maupun masih hidup. Di Indonesia rayap subteran yang paling banyak merusak adalah jenis-jenis dari famili Rhinotermitidae. Terutama dari genus Coptoterme s (Coptotermes spp.) dan Schedorhinotermes. Perilaku rayap ini mirip rayap tanah seperti Macr¬otermes namun perbedaan utama adalah kemampuan Coptotermes untuk bersarang di dalam kayu yang diserangnya, walaupun tidak ada hubungan dengan tanah, asal saja sarang tersebut sekali-sekali memperoleh lembab, misalnya tetesan air hujan dari atap bangunan yang bocor. Coptotermes pernah diamati menyerang bagian-bagian kayu dari kapal minyak yang melayani pelayaran Palembang-Jakarta. Coptotermes curvignathus Holmgren sering kali diamati menyerang pohon Pinus merkusii dan banyak meyebabkan kerugian pada bangunan.
5. Rayap tanah. Jenis-jenis rayap tanah di Indonesia adalah dari famili Termitidae. Mereka bersarang dalam tanah terutama dekat pada bahan organik yang mengandung selulosa seperti kayu, serasah dan humus. Contoh-contoh Termitidae yang paling umum menyerang bangunan adalah Macrotermes spp. (terutama M. gilvus) Odontotermes spp. dan Microtermes spp. Jenis-jenis rayap ini sangat ganas, dapat menyerang obyek-obyek berjarak sampai 200 meter dari sarangnya. Untuk mencapai kayu sasarannya mereka bahkan dapat menembus tembok yang tebalnya beberapa cm, dengan bantuan enzim yang dikeluarkan dari mulutnya. Macrotermes dan Odontotermes merupakan rayap subteran yang sangat umum menyerang bangunan di Jakarta dan sekitarnya.
Taksonomi atau penggolongan jenis-jenis rayap merupakan salah satu misteri dunia insekta karena tingginya tingkat kemiripan antar jenis rayap dalam masing-masing famili. Kiranya kita tak perlu sangat memusingkan jenis-jenis (spesies) rayap ini. Hal yang penting adalah dapat mengenal tipe-tipe seperti telah disebut di muka. Pada umumnya rayap yang terdapat dalam satu kategori memiliki kemiripan dalam hampir semua segi perilakunya, sehingga metoda pengendalianyapun dapat disamakan.
Dapat dikatakan bahwa terdapat tiga famili rayap perusak kayu (yang dianggap sebagai hama), yaitu famili Kalotermitidae, Rhinotermitidae dan Termitidae. Kalotermitidae diwakili oleh Neotermes tectonae (hama pohon jati) dan Cryptotermes spp. (rayap kayu kering); Rhinotermitidae oleh Coptotermes spp dan Schedorhinotermes, sedangkan Termitidae oleh Macrotermes spp., Odontotermes spp. dan Microtermes spp.). Masih banyak jenis-jenis rayap yang juga penting tetapi agak jarang dijumpai menyerang bangunan. Misalnya jenis-jenis Nasutitermes (famili Termitidae), yang pada dahi prajuritnya terdapat “tusuk” (seperti hidung: nasus, nasute), dan mampu melumpuhkan lawannya bukan dengan menusuknya tetapi meyemprotkan cairan pelumpuh berwarna putih, melalui saluran dalam “tusuk”nya. 2.3.2 Rayap Sebagai Sumber Protein
Bagi kelompok masyarakat tertentu, terutama di Afrika dan beberapa kelompok di Asia, konsumsi larva dan serangga dewasa ternyata memberikan sumbangan zart gizi yang sangat berarti. Di Eropa dan Amerika, perburuan serangga untuk dimakan ternyata juga dilakukan, tetapi tujuannya sebagian besar adalah untuk gaya hidup. Banyak orang di negara-negara maju tersebut menyukai gaya hidup di alam bebas atau alam liar termasuk cara mendapatkan makanannya. Bagi mereka, serangga merupakan makanan favorit yang sering diburu. Aneka buku dan ribuan resep serta situs-situs di internet tentang mengolah serangga sebagai bahan makanan telah dibuat dan dikembangkan oleh kelompok masyarakat tersebut. Sebagian besar serangga kaya akan protein (40-60 persen) dan lemak (10-15 persen). Serangga dewasa kadang-kadang membutuhkan penghilangan kulit kerasnya sebelum dapat digoreng atau disangrai. Larva serangga baik dalam bentuk serangga muda maupun ulat (sering disebut caterpillar) dapat langsung dimasak, atau ditambahkan ke dalam saus atau rebusan makanan (daging dan sayur/buah). Komposisi gizi beberapa jenis serangga yang digunakan sebagai bahan pangan dapat dilihat pada
Tabel 3. Data gizi macam-macam serangga:
Jenis Serangga Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat
Semut
• Mentah
• Kering
3.0
10.1
9.5
1.3
Kumbang 192 27.1 3.7 11.2 6.4
Larva
• Mentah
86
10.6
2.7
4.2
2.8
Jangkrik
• Mentah
117
13.7
5.3
2.9
2.9
Rayap
• Mentah
• Kering
356
656
20.4
35.7
28.0
54.3
4.2
3.5
2.7
Sumber:www.ebookpangan.com/ARTIKEL/SERANGGA%20
BAB III
METODOLOGI PENULISAN
3.1 Sumber Data
Data dan fakta yang berhubungan untuk pembahasan tema ini berasal dan tahapan-tahapan pengumpulan data dengan pembacaan secara kritis terhadap ragam literatur (Library research) yang berhubungan dengan tema pembahasan.
Data potensi rayap yang ditampilkan dalam karya tulis ini dapat berupa angka atau pesan. Untuk angka, data yang dipakai adalah data dengan kriteria telah dipublikasikan kepada masyarakat, melalui literatur yang digunakan berupa buku, surat kabar, buletin, jurnal, majalah maupun internet. Dengan demikian penulis mengelompakkan atau menyeleksi data dan informasi tersebut berdasarkan kategori atau relevansi dan kemudian selanjutnya ke tahapan analisis dan pengambilan kesimpulan
3.2 Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1998:25), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Untuk menganalisa data yang berupa pesan maka digunakan cara analisis isi (content analysis). Analisis ini menghubungkan penemuan berupa kriteria atau teori. Analisis yang dilakukan pada analisis isi karya tulis ini menggunakan interactive model (Miles dan Huberman, 1994). Model ini terdiri dari empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaa atau reduksi data, (3) penyajian data dan (4) penarikan data pengujian atau verifikasi kesimpulan.
3.3 Reduksi Data
Reduksi data dalam karya tulis ini dilakukan dalam bentuk pemilihan, pengabstrakan, dan transformasi data kasar yang muncul dari catatan literature atau intisari literature. Reduksi data berlangsung secara terus menerus selama penulisan karya tulis ini dibuat hingga sampai karya tulis ini berakhir lengkap tersusun. Reduksi data dilakukan untuk menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu dan mengkoordinasi data dengan cara sedemikian sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya dapat ditarik dan dapat diverifikasi.
3.4 Penyajian Data
Sekumpulan informasi disusun sehingga memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Dengan melihat penyajian-penyajian data penulis dapat memahami apa yang seharusnya terjadi dan apa yang harus dilakukan selanjutnya.
BAB IV
ISI
4.1 PEMBAHASAN
4.1.1 Penyebaran Rayap di Indonesia
Rayap dalam biologi adalah sekelompok hewan dalam salah satu ordo Isoptera dari kelas Artropoda. Ordo Isoptera beranggotakan sekitar 2.000 spesies dan di Indonesia telah tercatat kurang lebih 200 jenis (spesies). Nama lain dari rayap adalah anai-anai, semut putih, rangas dan laron (khusus individu bersayap), dan alates. Sampai saat ini para ahli hama telah menemukan kira- kira 2000 jenis rayap yang tersebar di seluruh dunia, sedangkan di Indonesia sendiri telah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap ( Nandika dan Tambunan, 1989).
Di Indonesia sampai dengan tahun 1970 sudah ditemukan tidak kurang dari 200 jenis rayap dari berbagai genus ( Tarumingkeng, 1971). Menurut Roonwal dan Maiti (1976) dalam Tambunan dan Nandika (1989) jenis-jenis rayap banyak dijumpai di daerah tropika seperti di Indonesia adalah sebagai berikut :
Famili Kalotermitidae
1.Genus : Neotermes Holmgren
Jenis : N. dalbergia Kalshoven
N.tectonae
2. Genus : Cryptotermes Banks
Jenis : C.cynocephalus Light
C. domesticus Haviland
C. dudleyi Banks
Penyebaran rayap berhubungan dengan suhu dan curah hujan sehingga sebagian besar jenis rayap terdapat di dataran rendah tropika dan hanya sebagaian kecil ditemukan di dataran tinggi . Namun demikian, rayap menyebar tidak hanya di daerah- daerah tropika tapi juga mencakup sebagian besar negara-negara sub tropika
4.1.2 Kandungan Gizi Rayap
Rayap sebagai alternative sumber gizi mempunyai banyak kandungan gizi seperti yang tertera dalam table di bawah ini:
Data gizi macam-macam serangga:
Jenis Serangga Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat
Semut
• Mentah
• Kering
3.0
10.1
9.5
1.3
Kumbang 192 27.1 3.7 11.2 6.4
Larva
• Mentah
86
10.6
2.7
4.2
2.8
Jangkrik
• Mentah
117
13.7
5.3
2.9
2.9
Rayap
• Mentah
• Kering
356
656
20.4
35.7
28.0
54.3
4.2
3.5
2.7
Dari data ini diketahui bahwa dari berbagai perbandingan macam jenis serangga, rayap memiliki kandungan gizi yang tinggi terutama pada protein yang dimilikinya apalagi jika rayap itu berada dalam keadaan kering yaitu sebesar 35,7.
4.1.3 Budidaya Rayap Sebagai Pengentas Gizi Buruk dan Kemiskinan
Pemanfaatan rayap sebagai sumber protein dapat dilakukan mulai dari makanan yang sifatnya sederhana, seperti rempeyek hingga permen.
Rayap sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk pakan ayam. Mengingat jumlahnya yang besar di Tanah Air, tidak sulit menemukan rayap di sekitar tempat tinggal warga. Jika perlu, rayap juga diternakkan, rayap sudah lama dimanfaatkan sebagai bahan tambahan untuk pakan ayam. Di daerah tropis, rayap terdapat dimana-mana dalam jumlah yang banyak. Mereka dengan mudah dapat dikumpulkan dari sarang rayap atau dengan cara memancing mereka menggunakan lampu pada malam hari, biasanya setelah hujan. Pada saat keluar sarang, rayap yang masih bersayap akan tertarik pada cahaya lampu atau api dan terbangdisekitar sumber sinar tersebut. Hawa panas disekitar sumber cahaya menyebabkan sayap rayap terlepas sehingga tubuhnya jatuh ke bawah. Rayap yang sudah tidak bersayap ini sangat mudah untuk ditangkap dan dikumpulkan.
Ratu rayap ternyata mempunyai rasa yang enak, panjangnya dapat mencapai 10-12 cm. Mereka tidak keluar dari sarangnya, tetapi tetap berada ditempat ruangan khusus tempat mengeluarkan ribuan telur tiap hari. Jika gundukan tanah sarang rayap dihancurkan, ratu rayap dapat ditangkap dan dimasak dengan cara disangrai (digoreng tanpa minyak). Rayap yang masih bersayap dapat digoreng kering dalam panci karena mereka kaya akan minyak. Selama penggorengan, sayapnya akan lepas dan dapat dipisahkan dengan hembusan angin. Kemudian diberi garam dan dimakan sebagai snack. Di Afrika Barat, rayap digoreng dalam minyak sawit, sedangkan di Malawi dan Zimbabwe rayap dipanaskan sebentar, dikeringkan dan kemudian dijual.
Melihat potensi diatas seharusnya masyarakat berani untuk mengembangkan budidaya rayap sebagai altenartif matapencaharian mereka, apalagi melihat data penduduk miskin di Indonesia.
Tabel 5. Jumlah penduduk miskin di Indonesia tahun 1990-2004
Tahun Penduduk Miskin
1990 15.1
1993 13.7
1996 11.3
1999 23.43
2002 18.2
2003 17.42
2004 16.66
Jumlah Penduduk Miskin (juta jiwa) %
Sumber:www.undp.or.id/pubs/imdg2005/BI/tujuan
Dari data ini diketahui bahwa jumlah penduduk miskin dan lapangan kerja di Indonesia semakin menipis, oleh karena itu diperlukan alternative dan rayap merupakan jawaban yang tepat karena sumber daya alam ini tersedia dan mudah didapatkan di masyaraka
4.2 SARAN
Berdasarkan dari data dan pembahasan di atas maka dapat disarankan bahwa:
1. Masyarakat diharapkan agar membudidayakan rayap sebagai alternative panganan yang bergizi sehingga dapat mengurangi kerusakan akibat rayap selain itu juga dapat menambah penghasilan masyarakat
2. Masyarakat diharapkan untuk mulai mengkonsumsi rayap sebagai alternative sumber protein
3. Pemerintah diharapkan giat untuk melakukan sosialisasi budidaya rayap sebagai alternatif sebagai panganan yang bergizi sehingga dapat mengurangi jumlah penderita gizi buruk.
4.3 KESIMPULAN
Berdasarkan dari data dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa rayap dapat digunakan sebagai panganan alternative yang mempunyai protein yang tinggi untuk membantu mengurangi gizi buruk selain itu dengan membudidayakan rayap dapat memberi lapangan pekerjaan bagi masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi. Dasar-Dasar Biokimia. UI-Press. Jakarta. 1994
BPS. Konsumsi Kalori dan protein Penduduk Indonesia dan propinsi 1999. Jakarta: Biro Pusat Statistik, 2000.
Direktorat Gizi. Depkes RI. Nutrition in Indonesia: Problem, Strategy and Programs. Jakarta: Direktorat Gizi, Depkes RI 1995.
FAO. Energi and protein Requirements. Report of joint FAO/WHO/UN expert consultation. Geneva: WHO Series 724, 1985
Sunita Almatsier. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Gramedia. Jakarta. 2005
Ahreus, Richard A., “Nutrition for Health”, Belmont, California, Wadworth, 1970
Femina, 18 Mei 1999, Jakarta
Frankle, Reva T. & Yavokick Owen Ainta, Delivering Service, St. Louis, Mosby, 1978
… ,”Nutrition needs and asessment of normal growth”, New York Raven, 1985
Nandika, Dodi dan B. Tambunan. 1990. Deteriorasi Kayu oleh Faktor Biologis. Fakultas Kehutanan IPB.
Natawiria, Djatnika. 1986. Peranan Rayap dalam Ekosistem Hutan. Prosiding Seminar Nasional Ancaman Terhadap Hutan Tanaman Industri, 20 Desember 1986. FMIPA-UI dan Dephut. p. 168 – 177.
Tarumingkeng, Rudy C. 1971. Biologi dan Pengenalan Rayap Perusak Kayu Indonesia. Lap. L.P.H. No. 138. 28 p.

RECOVERY KONSERVASI DAN REHABILITASI TUMBUHAN SEBAGAI STRATEGI MITIGASI GLOBAL WARMING

ABSTRAK
RECOVERY KONSERVASI DAN REHABILITASI TUMBUHAN
SEBAGAI STRATEGI MITIGASI GLOBAL WARMING
Pada saat ini bumi menghadapi pemanasan yang cepat. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak mengandung gas-gas rumah kaca ini, atmosfer semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi.
Jika pada tahun 1990 emisi CO2 bumi sebesar 1,34 milyar ton, maka hingga tahun 1997 saja angkanya sudah 1,47 milyar ton. Emisi buang gas pembakaran bahan bakar fosil 30 negara maju, yang berpenduduk sekitar 20 persen penduduk dunia menyumbang dua pertiga emisi gas rumah kaca ini. Sedangkan 80 persen lainnya yang merupakan penduduk negara berkembang menyumbang sepertiga emisi CO2 (Angkasa, 2002).
Salah satu penyebab pemanasan global akumulasi karbondioksida di dunia adalah akibat kerusakan hutan. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Angka kerusakan hutan semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 1950-1985, angka kerusakan mencapai 32,9 juta Ha atau 942 ribu hektare per tahun atau 2,616 ribu hektare per hari. Tahun 1985-1993 jumlah hutan yang hilang mencapai 45,6 juta hektare per tahun, hingga tahun 2004 jumlah kerusakan mencapai 59,17 juta Ha dengan lahan kritis di luar kawasan hutan sebesar 41,47 juta Ha. (Jawa Pos, 5/6/2007).
Untuk mencegah semakin bertambahnya gas-gas rumah kaca tersebu Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman sebanyak mungkin pohon, selama ini program penghijauan telah banyak dilakukan namun belum menampakkan keberhasilan. Hal itu disebabkan program penghijauan yang dilakukan selama ini masih mengalami banyak kekurangan. Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006)
Dalam rangka mitigasi global warming, perlu dilakukan recovery pola konsrvasi dan rehabilitasi tumbuhan yang aplikatif sehingga mudah untuk dilaksanakan dan memiliki efek langsung pada penurunan suhu bumi.
Recovery yang dilakukan adalah perbaikan sisten konservasi dan rehabilitasi tumbuhan meliputi konservasi tumbuhan, perbaikan sistem reboisasi dan konservasi satwa pelestari tumbuhan.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada saat ini, bumi menghadapi pemanasan yang cepat, penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam; yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Ketika atmosfer semakin banyak mengandung gas-gas rumah kaca ini, atmosfer semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari matahari yang dipancarkan ke bumi.
Energi yang menerangi bumi datang dari matahari, sebagian besar energi yang membanjiri planet kita ini adalah radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan bumi, ia berubah dari cahaya menjadi panas dan menghangatkan bumi. Permukaan bumi, akan memantulkan kembali sebagian dari panas ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar; walaupun sebagian tetap terperangkap di atmosfer bumi. Gas-gas tertentu di atmosfer termasuk uap air, karbondioksida, dan metana, menjadi perangkap radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi. Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca sehingga gas-gas ini dikenal sebagai gas rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya.
Jika pada tahun 1990 emisi CO2 bumi sebesar 1,34 milyar ton, maka hingga tahun 1997 saja angkanya sudah 1,47 milyar ton. Emisi buang gas pembakaran bahan bakar fosil 30 negara maju, yang berpenduduk sekitar 20 persen penduduk dunia menyumbang dua pertiga emisi gas rumah kaca ini. Sedangkan 80 persen lainnya yang merupakan penduduk negara berkembang menyumbang sepertiga emisi CO2 (Angkasa, 2002).
Semakin meningkatnya suhu permukaan bumi akan berdampak terjadinya perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Para ilmuwan menggunakan model komputer dari temperatur, pola presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global. Dari hasil tersebut ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain, cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya.
Salah satu penyebab akumulasi karbondioksida di dunia adalah akibat kerusakan hutan. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Angka kerusakan hutan semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 1950-1985, angka kerusakan mencapai 32,9 juta Ha atau 942 ribu hektare per tahun atau 2,616 ribu hektare per hari. Tahun 1985-1993 jumlah hutan yang hilang mencapai 45,6 juta hektare per tahun, hingga tahun 2004 jumlah kerusakan mencapai 59,17 juta Ha dengan lahan kritis di luar kawasan hutan sebesar 41,47 juta Ha. (Jawa Pos, 5/6/2007).
Usaha yang dapat dilakukan adalah dengan penanaman sebanyak mungkin pohon, selama ini program penghijauan telah banyak dilakukan namun belum menampakkan keberhasilan. Hal itu disebabkan program penghijauan yang dilakukan selama ini masih mengalami banyak kekurangan. Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006)
Dalam rangka mitigasi global warming, harus dicari pola baru (recovery) rehabilitasi lingkungan yang aplikatif sehingga mudah untuk dilaksanakan dan memiliki efek langsung pada penurunan suhu bumi.
1.2 Rumusan Masalah
Global warming telah dirasakan pengaruhnya pada seluruh permukaan bumi, pengaruh utama peningkatan suhu global berpengaruh pada perubahan iklim yang berakibat pada bencana alam, penyakit, bidang pertanian dan bidang-bidang lain. Untuk itu perlu dicari solusi untuk mengatasinya. Salah satu cara efektif untuk mengatasi global warming adalah dengan mengurangi jumlah gas efek rumah kaca terutama karbon dioksida di atmosfer.
Permasalah yang dihadapi saat ini telah terjadi deforestri besar-besaran disisi lain proses rehabilitasi dan konservasi tumbuhan yang saat ini dilakukan masih memiliki banyak kekurangan. Kekurangan tersebut antara lain tidak tepat musim, tidak tepat jenis dengan klimatologi dan tidak ada keberlanjutan. Disamping itu aspek konservasi menyeluruh tidak diperhatikan. Dengan demikian perlu dicari dilakukan (recovery) mencari pola baru konservasi dan rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan karya ilmiah ini adalah memberikan masukan kepada instansi terkait dan masyarakat tentang pola baru konservasi dan rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming.
1.4 Manfaat Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut:
a. Membentuk kesadaran masyarakat terhadap global warming, dalam dampak global warming dan mitigasi global warming;
b. Dapat digunakan sebagai masukan untuk perbaikan (recovery) strategi konservasi dan rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Global Warming
Pemanasan global (global warming) dapat didefinisikan sebagai naiknya suhu permukaan bumi menjadi lebih panas selama beberapa kurun waktu yang disebabkan karena meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di lapisan atmosfer. Pada dasarnya fenomena pemanasan dipermukaan bumi sebenarnya merupakan gejala sistem alam yang normal untuk menghangatkan planet bumi sehingga suhu bumi tidak menjadi dingin bahkan membeku seperti pada jaman es yang pernah terjadi 15.000 tahun lalu.
Namun proses alam yang normal tersebut telah menjadi ancaman bagi keberlangsungan kehidupan di planet ini karena konsentrasi gas rumah kaca yang menyelimuti lapisan atmosfer telah melebihi daya dukung (carrying capacity) konsentrasi gas-gas yang terkandung di lapisan atmosfer tersebut. Terjadinya peningkatan suhu bumi ini awal mulanya dikemukanan oleh Arrhenius pada tahun 1896 bahwa telah terjadi peningkatan suhu dipermukaan bumi sehingga kehidupan di panet bumi akan terhindar dari zaman es dikemudian hari. Selanjutnya National Research Council sejak tahun 1958–1980 telah melakukan pemantauan secara langsung di Gunung Mauna Loa di Hawaii yang bertujuan untuk mengetahui kadar CO2 yang menyelimuti lapisan atmosfer. Hasil pemantauan menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan kadar CO2 dilapisan atmosfer yang signifikan selama 22 tahun pemantauan. di Gunung Mauna Loa di Lokasi pemantauan ini dipilih secara langsung. Pemantauan itu dilakukan sejak manusia memasuki proses industri. Pada masa ini manusia mulai melakukan pembakaran batu bara, minyak dan gas bumi untuk menghasilkan bahan bakar dan listrik. Proses pembakaran energi dari Bumi ini ternyata menghasilkan gas buangan berupa gas rumah kaca (Langit selatan,2008)
2.2 Gas –Gas Penyebab Efek Rumah kaca (GRK)
2.2.1 Sumber Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan, tetapi dapat juga timbul akibat aktifitas manusia. Gas rumah kaca yang paling banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air dari laut, danau dan sungai. Karbondioksida adalah gas terbanyak kedua. Ia timbul dari berbagai proses alami seperti: letusan vulkanik; pernafasan hewan dan manusia (yang menghirup oksigen dan menghembuskan karbondioksida); dan pembakaran material organic (seperti tumbuhan) (Wikipedia,27 Maret 2008).
GRK dapat dihasilkan baik secara alamiah maupun dari hasil kegiatan manusia. Sebagian besar penyebab terjadi perubahan komposisi GRK di atmosfer adalah gas-gas buang yang teremisikan keangkasa sebagai “hasil sampingan” dari aktifitas manusia untuk membangun dalam memenuhi kebutuhan hidupnya selama ini. Dimulai sejak manusia menemukan teknologi industri pada abad 18 revolusi industri 1970-an, banyak menggunakan bahan bakar primer seperti minyak bumi, gas maupun batubara untuk menghasilkan energi yang diperlukan. Energi dapat diperoleh, kalau minyak itu dibakar lebih dahulu, dari proses pembakaran tersebut keluarlah gas-gas rumah kaca.
Aktifitas-aktifitas yang menghasilkan GRK adalah perindustrian, penyediaan energi listrik, dan transportasi. Sedangkan dari peristiwa secara alam juga menghasilkan/ mengeluarkan GRK seperti dari letusan gunung berapi, rawa-rawa, kebakaran hutan, peternakan hingga kita bernafaspun mengeluarkan GRK. Komposisi dan konsentrasi gas rumah kaca yang berada di lapisan atmosfer akan sangat bergantung dari gas-gas emisi yang dihasilkan berbagai kegiatan manusia dalam merekayasa sistem tatanan ekologi di planet ini. United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCC) mengklasifikasi enam jenis gas yang dapat menyerap radiasi matahari di lapisan atmosfer yaitu Karbondioksida (CO2), Dinitroksida (NO2), Metana (CH4), Sulfurheksaflorida (SF6), Perfluorokarbon (PFCs) dan hidrofluorokarbon (HFCs).
Gas karbondioksida, dinitro oksida dan metana terutama dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil di sektor energi, transportasi dan industri. Gas metana juga dihasilkan dari kegiatan pertanian dan peternakan. Sementara untuk 3 jenis GRK yang terakhir, sulfurheksaflorida, perflorokarbon dan hidroflorokarbon dihasilkan dari industri pendingin dan penggunaan aerosol.
2.2.2 Sumber Emisi GRK
Meningkatnya jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) di atmosfer disebabkan oleh kegiatan manusia di berbagai sektor, antara lain:
1. Energi
Pemanfaatan bahan bakar fosil, seperti minyak bumi, batubara, dan gas, secara berlebihan dalam berbagai kegiatan merupakan penyebab utama dilepaskannya emisi gas rumah kaca ke atmosfer. Pembangkitan listrik, penggunaan alat-alat elektronik seperti AC, TV, komputer, penggunaan kendaraan bermotor dan kegiatan industri merupakan contoh kegiatan manusia yang meningkatkan emisi GRK di atmosfer.
Walaupun sama-sama menghasilkan emisi GRK, minyak bumi, batubara dan gas bumi menghasilkan tingkat emisi yang berbeda-beda untuk jenis kegiatan yang sama. Contohnya, untuk menghasilkan energi sebesar 1 kWh, pembangkit listrik yang menggunakan batubara mengemisikan sekitar 940 gram CO2. Sementara pembangkit listrik yang menggunakan minyak bumi dan gas alam menghasilkan emisi GRK sekitar 798 dan 581 gram C02.
Dari contoh di atas terlihat bahwa di antara ketiga jenis bahan bakar fosil, batubara menghasilkan emisi CO2 paling tinggi. Di Indonesia, sektor energi menempati urutan kedua sebagai sumber GRK yaitu sekitar 25% dari total emisi. Sementara dari sisi pemanfaatan energi di Indonesia, sektor industri merupakan sektor pengemisi GRK terbesar, diikuti oleh sektor transportasi.
2. Kehutanan
Salah satu fungsi hutan adalah sebagai penyerap emisi GRK, biasa disebut carbon sink. Hutan bekerja untuk menyerap dan mengubah karbondioksida (CO2), salah satu jenis GRK, menjadi oksigen (O2) untuk kebutuhan mahluk hidup. Oleh karena itu kegiatan pengrusakan hutan, penebangan hutan, perubahan kawasan hutan menjadi bukan hutan, menyebabkan lepasnya sejumlah emisi GRK yang sebelumnya disimpan di dalam pohon.
Seharusnya dengan luasnya kawasan hutan di Indonesia, sekitar 144 juta ha (tahun 2002), maka emisi GRK yang dapat diserap jumlahnya cukup banyak. Namun dengan laju kerusakan hutan sekitar 2,2 juta ha per tahun, tak heran jika sector kehutanan merupakan penyumbang emisi GRK terbesar di Indonesia. Menurut The First National Communication yang berisi inventarisasi GRK di berbagai Negara, sekitar 64% dari total emisi GRK di Indonesia dihasilkan dari sektor kehutanan.
3. Pertanian dan Peternakan
Sektor pertanian dan peternakan juga memberikan kontribusi terhadap peningkatan emisi GRK di atmosfer. Dari sektor pertanian, emisi GRK dihasilkan dari sawah yang tergenang, pemanfaatan pupuk, pembakaran padang sabana, dan pembusukan sisa-sia pertanian. Sektor pertanian menurut The First National Communication secara umum menghasilkan emisi GRK hanya sekitar 8%. Namun sektor ini menghasilkan emisi gas metana tertinggi dibandingkan sektor lainnya.
Sementara dari sektor peternakan, emisi GRK berupa gas metana (CH4) dilepaskan dari kotoran ternak yang membusuk. Sesungguhnya untuk mengurangi emisi GRK dari sector ini, kotoran ternak dapat diolah untuk menjadi biogas, bahan bakar yang ramah lingkungan.
4. Sampah
Manusia dalam setiap kegiatannya hampir selalu menghasilkan sampah. Sampah sendiri turut menghasilkan emisi GRK berupa gas metana (CH4). Diperkirakan 1 ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metana. Dengan jumlah penduduk yang terus meningkat, diperkirakan pada tahun 2020 sampah yang dihasilkan per hari sekitar 500 juta kg/ hari atau 190 ribu ton/ tahun. Ini berarti pada tahun 2020 Indonesia akan mengemisikan gas metana ke atmosfer sebesar 9500 ton. Sampah kota perlu dikelola secara benar, agar laju perubahan iklim bisa diperlambat.
2.3 Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
2.3.1 Sistem Iklim
Secara umum iklim di definisikan sebagai pola cuaca pada suatu tempat di permukaan bumi yang terjadi selama bertahun-tahun. Untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, menurut ukuran internasional diperlukan nilai rata-rata parameternya selama kurang lebih 30- 100 tahun (inter contenial). Sementara cuaca adalah merupakan kondisi harian suhu, curah hujan, tekanan udara dan angin.
Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah. Daerah yang berada di posisi sekitar 23,5 Lintang Utara – 23,5 Lintang Selatan, merupakan daerah tropis yang konsentrasi energi suryanya surplus dari radiasi matahari yang diterima setiap tahunnya.
2.3.2 Proses Terjadinya Perubahan Iklim
Secara alamiah panas matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan diserap oleh permukaan bumi, sementara sebagian lagi akan dipantulkan kembali ke luar angkasa. Adanya lapisan gas (gas rumah kaca) yang berada di atmosfer menyebabkan terhambatnya panas matahari yang hendak dipantulkan ke luar angkasa menembus atmosfer. Peristiwa terperangkapnya panas matahari di permukaan bumi ini dikenal dengan istilah efek rumah kaca.
Sejak revolusi industri tahun pertengahan abad ke-18, kegiatan manusia yang menggunakan bahan bakar fosil (minyak, gas dan batubara) seperti pembangkitan tenaga listrik, kegiatan industri, penggunaan alat-alat elektronik, dan penggunaan kendaraan bermotor, pada akhirnya akan melepaskan sejumlah emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
Hal ini berakibat pada meningkatnya jumlah gas rumah kaca yang berada di atmosfer yang kemudian menyebabkan meningkatnya panas matahari yang terperangkap di atmosfer. Peristiwa ini pada akhirnya menyebabkan meningkatnya suhu di permukaan bumi, yang umum disebut pemanasan global.
Pemanasan global kemudian pada prosesnya menyebabkan terjadinya perubahan seperti meningkatnya suhu air laut, yang menyebabkan meningkatnya penguapan di udara, serta berubahnya pola curah hujan dan tekanan udara. Perubahan-perubahan ini pada akhirnya menyebabkan terjadinya perubahan iklim.
Berdasarkan penelitian para ahli, perubahan iklim diketahui akan menimbulkan dampak-dampak yang merugikan bagi kehidupan umat manusia. Kekeringan, gagal panen, krisis pangan dan air bersih, hujan badai, banjir dan tanah longsor, serta wabah penyakit tropis merupakan beberapa dampak akibat perubahan iklim. Secara umum iklim di definisikan sebagai pola cuaca pada suatu tempat di permukaan bumi yang terjadi selama bertahun-tahun. Untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, menurut ukuran internasional diperlukan nilai rata-rata parameternya selama kurang lebih 30- 100 tahun (inter contenial). Sementara cuaca adalah merupakan kondisi harian suhu, curah hujan, tekanan udara dan angin.
Iklim muncul akibat dari pemerataan energi bumi yang tidak tetap dengan adanya perputaran/revolusi bumi mengelilingi matahari selama kurang lebih 365 hari serta rotasi bumi selama 24 jam. Hal tersebut menyebabkan radiasi matahari yang diterima berubah tergantung lokasi dan posisi geografi suatu daerah. Daerah yang berada di posisi sekitar 23,5 Lintang Utara – 23,5 Lintang Selatan, merupakan daerah tropis yang konsentrasi energi suryanya surplus dari radiasi matahari yang diterima setiap tahunnya.
2.3.3 Keterkaitan Efek Rumah Kaca, Pemanasan Global dan Perubahan
Iklim
Keterkaitan antara efek rumah kaca, pemanasan global dan perubahan iklim secara sederhana dijelaskan sebagai berikut sinar matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan bumi ke angkasa. Sebagaimana telah dijelaskan di atas, sinar tampak adalah gelombang pendek, setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang berupa energi panas (sinar inframerah), yang kita rasakan. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu komposisinya (komposisinya berlebihan). Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
2.3.4 Skenario Terjadinya Perubahan Iklim Global
Skenario yang paling nyata dari pengaruh meningkatnya suhu udara adalah akan mengakibatkan meningkatnya suhu tanah, sebagai konsekuensinya permukaan tanah akan lebih cepat panas daripada lautan. Dengan meningkatnya suhu permukaan tanah tersebut, maka mengakibatkan mencairnya es di wilayah kutub. Apabila hal ini terjadi, maka air laut diprediksi akan meningkat rata-rata 6 cm/dekade pada abad yang akan datang pada kisaran 3-10 cm/dekade. Mencairnya lapisan es di kutub utara tersebut, selain dapat meningkatnya permukaan laut tersebut, juga dapat merubah iklim global, sehingga sering terjadi badai. Pada saat terjadinya badai inilah, terutama badai Holocene transgression, permukaan air laut meningkat secara maksimal, yaitu sebesar 20 cm/dekade.
Berdasarkan skenario tersebut diprediksi bahwa suhu permukaan lautan tropis akan meningkat antara 1-3oC. Akan tetapi skenario ini masih banyak pertentangan, namun paling tidak suhu stabilnya diperlukan antara 30-31oC. Intensitas dan frekuensi perubahan yang ektrim secara nyata mempengaruhi tehadap perubahan ekologi terumbu karang paling tidak ada dua kejadian yang mempengaruhi tersebut:1) peningkatan curah hujan terutama pada saat badai besar, 2) terjadinya kemungkinan perubahan frekuensi penyebaran badai tropis.
2.4 Dampak Global Warming Terhadap Kehidupan
Perubahan iklim dalam prosesnya terjadi secara perlahan sehingga dampaknya tidak langsung dirasakan saat ini, namun akan sangat terasa bagi generasi mendatang. Beberapa dampak yang akan terjadi akibat perubahan iklim:
1. mencairnya es di kutub
2. meningkatnya permukaan air laut
3. pergeseran musim
Dampak perubahan iklim bagi Indonesia antara lain:
1. kenaikan temperatur dan berubahnya musim
2. naiknya permukaan air laut
3. dampak perubahan iklim terhadap sektor perikanan
4. dampak perubahan iklim terhadap sektor kehutanan
5. dampak perubahan iklim terhadap sektor pertanian
6. dampak perubahan iklim terhadap kesehatan
Menurut Pratiwi Sudarmono (2007), Pemanasan global dapat menyebabkan terjadinya perubahan iklim. Dengan adanya perubahan iklim berubah pula pola hujan, pola tanam, sirkulasi air dan sebagainya. Bila berbagai perubahan tersebut tidak disertai dengan kemampuan adaptasi manusia dan mahluk hidup lainnya. Maka akan mempengaruhi munculnya berbagai penyakit. Sebagai contoh, perubahan iklim akan dapat menyebabkan masa inkubasi nyamuk malariadan demam berdarah menjadi pendek. Sehingga nyamuk malaria dan demam berdarah bisa berkembang dengan cepat
2.5 Mitigasi Global Warming
Mitigasi global warming adalah proses pengendalian dari akibat yang ditimbulkan global warming. Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain, cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya (Wahyu Prihanta, 2007).
Pelaksanaan rehabilitasi lingkungan yang dilakukan selama ini tidak menunjukkan keberhasilan yang signifikan. Hal ini disebabkan kegiatan tersebut memiliki beberapa kekurangan, selama ini program penghijauan telah banyak dilakukan namun belum menampakkan keberhasilan. Hal tersebut disebabkan program penghijauan yang dilakukan selama ini masih mengalami banyak kekurangan. Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006).
Lebih lanjut dalam rangka rehabilitasi lingkungan tidak hanya dilakukan dengan penanaman pohon namun juga harus dilakukan konservasi dari tumbuhan yang ada dan perlu mengkaitkan dengan komponen ekologi lainnnya. Alam terbangun dalam sebuah sistem yang sangat komplek, selalu ada kaitan antara komponen-komponen sistem di alam ini. Demikian juga keberadaan tumbuhan, sangat berkaitan dengan komponen lain yaitu hewan. Hewan terutama burung memiliki peran yang sangat besar pada keberadaan tumbuhan melalui perannya dalam membantu penyerbukan dan juga penyebaran biji (Wahyu Prihanta, 2007).
BAB III
METODE PENULISAN
3.1 Sumber Data
Data dan fakta yang berhubungan untuk pembahasan tema ini berasal dan tahapan-tahapan pengumpulan data dengan pembacaan secara kritis terhadap ragam literatur (Library research) yang berhubungan dengan tema pembahasan.
Data kerusakan lingkungan yang ditampilkan dalam karya tulis ini dapat berupa angka atau pesan. Untuk angka, data yang dipakai adalah data dengan kriteria telah dipublikasikan kepada masyarakat, melalui literatur yang digunakan berupa buku, surat kabar, buletin, jurnal, majalah maupun internet. Dengan demikian penulis mengelompakkan atau menyeleksi data dan informasi tersebut berdasarkan kategori atau relevansi dan kemudian selanjutnya ke tahapan analisis dan pengambilan kesimpulan. Namun demikian, untuk mendukung dan memperkaya gagasan dalam karya tulis ini, dilakukan wawancara dan observasi dengan narasumber yang kompeten dibidangnya Kepala Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang (PSLK-UMM) Drs. Wahyu Prihanta, M.Kes.
3.2 Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan adalah analisa deskriptif kualitatif. Menurut Arikunto (1998:25), analisa deskriptif kualitatif adalah analisa yang digambarkan dengan kata-kata atau kalimat, dipisah-pisahkan menurut kategori untuk memperoleh kesimpulan.
Untuk menganalisa data yang berupa pesan maka digunakan cara analisis isi (content analysis). Analisis ini menghubungkan penemuan berupa kriteria atau teori. Analisis yang dilakukan pada analisis isi karya tulis ini menggunakan interactive model (Miles dan Huberman, 1994). Model ini terdiri dari empat komponen yang saling berkaitan, yaitu (1) pengumpulan data, (2) penyederhanaan atau reduksi data, (3) penyajian data dan (4) penarikan data pengujian atau verifikasi kesimpulan.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Pembahasan
4.1.1 Peranan Pohon dalam Mitigasi Global Warming
Gas Rumah Kaca terbesar adalah karbondioksida, dimana karbon dioksida dihasilkan sebagai hasil proses alamiah dalam proses respirasi dan juga dari berbagai aktifitas manusia non respirasi. Karbondioksida memiliki peranan menyerap panas sehingga penumpukan dalam jumlah besar akan berakibat meningkatnya suhu bumi.
Karbondioksida dapat berkurang karena terserap oleh lautan dan diserap tanaman untuk digunakan dalam proses fotosintesis. Fotosintesis memecah karbondioksida dan melepaskan oksigen ke atmosfer serta mengambil atom karbonnya (Wikipedia, 2008).
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya gas rumah kaca. Pertama, mencegah karbon dioksida dilepas ke atmosfer dengan menyimpan gas tersebut atau komponen karbonnya di tempat lain, cara ini disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi produksi gas rumah kaca.
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi. Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam kayunya (Wahyu Prihanta, 2007).
Mekanisme penyerapan karbondioksida adalah melalui proses fotosintesis, dimana karbondioksida diserap oleh tumbuhan dari udara dan bereaksi dengan air membentuk karbohidrat. (Dwijo seputro, 1994). Secara kimiawi proses tersebut digambarkan sebagai berikut. CO2 + H2O C6H12O6, proses tersebut dibantu dengan sinar matahari dan terjadi pda klorofil daun. Dengan mekanisme ini maka secara alamiah pohon memiliki kemampuan mengurangi karbon dioksida di udara.
4.1.2 Strategi Mengoptimalkan Peranan Pohon dalam Mitigasi Global
Warming
4.1.2.1 Konservasi Tumbuhan
Secara alamiah tumbuh-tumbuhan memiliki peran yang sangat besar alam mengurangi karbondioksida di atmosfir yang berarti mampu mengurangi panas bumi. Namun ironisnya, keberdaan tumbuhan dimuka bumi mengalami penurunan jumlah yang signifikan, disisi lain emisi gas rumah kaca makin meningkat akibat berbagai kegiatan yang menggunakan bahan bakar fosil.
Hutan memiliki peran yang sangat tinggi dalam penyerapan karbondioksida, namun kerusakan hutan saat ini semakin meningkat. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang mengkhawatirkan. Angka kerusakan hutan semakin tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Di tahun 1950-1985, angka kerusakan mencapai 32,9 juta Ha atau 942 ribu hektare per tahun atau 2,616 ribu hektare per hari. Tahun 1985-1993 jumlah hutan yang hilang mencapai 45,6 juta hektare per tahun, hingga tahun 2004 jumlah kerusakan mencapai 59,17 juta Ha dengan lahan kritis di luar kawasan hutan sebesar 41,47 juta Ha. (Jawa Pos, 5/6/2007).
Selain kerusakan hutan, hilangnya tumbuh-tumbuhan terjadi di kawasan non hutan. Wahyu Prihanta sebagai Ketua Pusat Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang dalam wawancara ekslusif menyebutkan salah satu contoh kerusakan tumbuhan yang tidak banyak disadarai namun memiliki peran penting dalam mitigasi global warming adalah kerusakan tanaman tepi jalan, dimana tanaman tepi jalan memiliki peran dalam penyerapan gas yang dihasilkan oleh kegiatan transportasi yang makin meningkat (2007). Perusakan tanaman tepi jalan dari jenis Asam Jawa yang telah berumur 200 tahun banyak ditebang di Situbondo (Surya, 4/2-2001), pembangunan jalan di Lumajang (RCTI, 9/2-2001) dan di Jombang (TEB, 2001). Dalam satu minggu 30 pohon mati diracun di Kota Malang, jika seminggu sebelumnya 90 pohon yang di racun, pada hari senin 2/4-2007 jumlahnya meningkat menjadi 120 pohon (Data Dinas Pertamanan Malang).
Dalam bulan April di Jalur Batu – Malang sepanjang 10 km, 2 pohon trembesi dalam kondisi sehat di tebang, 2 pohon trembesi lain dibakar pangkalnya (Data Tim Ekspedisi Biokonservasi seperti yang dilaporkan ke Kapolwil, 15 Maret 2007 dalam Wahyu Prihanta, 2007). Hilangnya tumbuhan juga terjadi akibat alih fungsi lahan untuk berbagai kegiatan manusia sebagai contoh pertanian, perumahan maupun industri.
Berdasarkan fakta di atas, mitigasi global warming dapat dilakukan dengan meningkatkan penyerapan karbondioksida oleh tumbuhan. Menambah jumlah tumbuhan menjadi kurang efektif jika disisi lain perusakan tumbuhan terus dilakukan. Untuk itu selain menanam kegiatan konservasi tumbuhan perlu ditingkatkan.
4.1.2.2 Recovery Sistem Rehabilitasi Tumbuhan
Hilangnya tumbuhan akibat berbagai aktifitas manusia dan bencana alam dapat diperbaiki dengan rehabilitasi atau yang sering disebut dengan reboisasi. Namun dalam pelaksanaannya, reboisasi saat ini belum mendapatkan hasil yang maksimal, recovery perlu dilakukan dalam kegiatan ini. Hal ini disebabkan karena pelaksanaannya masih memiliki beberapa kekurangan.
Kekurangan yang teridentifikasi adalah: Pertama: pemilihan waktu yang tidak tepat. Biasanya penghijauan dilakukan pada bulan Pebruari setelah bencana banjir dan tanah longsor terjadi dimana-mana. Padahal musim hujan hampir berakhir, dengan demikian setelah hujan berakhir tumbuhan mati kekeringan. Kedua: pemilihan tumbuhan tidak memperhatikan kondisi iklim (ketinggian dan suhu) setempat. Hal tersebut dapat dilihat dari jenis tumbuhan sumbangan masyarakat tanpa sebuah kriteria. Ketiga: kegiatan sangat bersifat ceremonial dan kolosal namun tidak ada jaminan keberlanjutan, sehingga setelah penanaman tidak pernah ada monitoring (Wahyu. Prihanta, 2006).
Daerah tropika terkhusus Indonesia memiliki putaran musim yang relatif stabil, dimana memiliki dua musim yaitu penghujan dan kemarau. Kegiatan rahabilitai yang dilakukan saat ini sering tidak sesuai dengan musim yaitu awal musim hujan sekitar bulan Nopember sampai dengan Januari. Sehingga banyak tumbuhan mati akibat tidak cocok secara klimatologi sehingga ketersediaan air yang sangat dibutuhkan tumbuhan krang terpenuhi. Sebagai contoh program rehabilitasi tumbuhan di Kota Malang yang dengan program Malang Ijo Royo-Royo (MIRR) tahun 1 dan ke 2 dilaksanakan pada bulan Juli dimana merupakan bulan terkering sepanjang tahun (Radar malang, 15 Juli 2004). Demikian juga rehabilitasi lingkungan di Kota Batu dilaksanakan pada bulan Pebruari 2003, pada saat akhir musim hujan.
Selain itu hal tersebut di atas pemilihan tumbuhan tidak sesuai dengan klimatologi yang dipersyaratkan tumbuhan. Tumbuhan rambutan dan mangga digunakan alam program Malang Ijo Royo (radar Malang, 15/6/2004), secara klimatologi kedua jenis tumbuhan tersebut sesuai hidup pada dataran rendah (0-200 dpl) (Stenis, 1987). Sedangkan Kota Malang merupakan daerah dataran tinggai (sekitar 450 dpl). Setiap tumbuhan memiliki syarat tumbuh dalam ketinggian daerah tertentu (dpl), sehingga dikenal dengan nama tumbuhan dataran rendah dan dataran tinggi. Hal ini disebabkan ketinggian tempat mempengaruhi klimatologi dan klimatologi sangat mempengaruhi kehidupan tumbuhan (Stenis, 1987; Pulonin, 1994).
Program penanaman tumbuhanpun tidak disertai dengan program perawatan. Sebaiknya program penanaman harus disertai program perawatan untuk tanaman yang berumur kurang dari tiga tahun setelah penanaman (Departemen Kehutanan, 2007).
Berdasarkan hal tersebut pelaksanaan rehabilitasi tumbuhan untuk mitigasi global warming perlu diperbaiki
4.1.2.3 Konservasi Menyeluruh pada Satwa Penyebar Tumbuhan
Alam tercipta dalam keterkaitan dan keseimbangan yang sempurna, berbagai komponen kehidupan keberadaannya saling menunjang. Selama ini banyak satwa yang berperan dalam membantu penyebaran biji-biji tumbuhan sehingga secara automatis membantu menumbuhkan berbagai jenis tumbuhan yang secara ekologi sesuai. Banyak jenis burung yang memakan buah dan menyebarkan bijinya bersama feces di tempat yang sangat jauh dari pohon induknya (Jones and Luchsinger, 1987; Pulonin, 1994).
Penyebaran biji atau alat reproduksi lain yang dibantu satwa memiliki banyak keuntungan, burung mampu menyebarkan biji di daerah yang tak terjangkau oleh manusia, selain itu daerah edar harian burung relatif pada ekologi sistem ekologi di mana tumbuhan berada sehingga secara klimatologi akan banyak kesesuaian.
Mempertimbangkan hal tersebut maka rehabilitasi tumbuhan dalam rangka mitigasi global warming akan memberikan hasil yang sempurna jika disertai dengan kegiatan konservasi berbagai jenis burung yang memiliki manfaat dalam penyebaran alat reproduksi tumbuhan. Mengingat saat ini banyak penangkapan jenis-jenis burung tersebut dengan berbagai alasan. Jika kegiatan ini di biarkan berlanjut, akan menyebabkan kepunahan burung yang sangat berperan dalam pelestarian tumbuhan baik sebagai mediator polinasi (penyerbukan) maupun mediator dispersal (penyebaran) tumbuhan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan dari kegiatan recovery konservasi dan rehabilitas lingkungan dalam rangka mitigasi global warming:
1. Global Warming merupakan permasalahan seluruh dunia yang bisa di antisipasi dengan 2 hal yaitu pengurangan produk emisi dan pengurangan gas rumah kaca dengan memperbanyak tumbuhan.
2. Strategi memperbanyak tumbuhan tidak hanya menanam tetapi juga perlu mengkonservasi yang telah ada. Selain itu pada penanaman pohon perlu perbaikan tidak sekedar menanam tapi juga harus dilakukan perawatan dan juga harus sesuai dengan musim tanam dan pemilihan jenis harus sesuai dengan klimatologi.
3. Dalam rangka konservasi tumbuhan harus memperhatikan pula peranan satwa-satwa pelestari tumbuhan sebab secara ekologi satwa pelestari tumbuhan memiliki peran yang besar dalam penyebaran tumbuhan.
5.2 Saran
Berdasarkan uraian di atas, disarankan:
1. Global warming merupakan permasalahan dunia sehingga perlu perhatian, kesadaran dan tindakan semua pihak;
2. Salah satu cara mitigasi golbal warming adalah menyerap karbondioksida di atmosfer dengan mengkonservasi dan menanam sebanyak mungkin tumbuhan. Kegiatan tersebut harus dilakukan secara menyeluruh, sehingga segera harus dilakukan konservasi tumbuhan, perbaikan sistem rehabilitasi dan mengkonservasi satwa pelestari tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Animous, (On-line) global-warming-apa-dan-mengapa Diakses pada tanggal 27 maret 2008 dari http://langitselatan.com/2008/02/09/global-warming-apa-dan-mengapa.htl
Anonimus, Gas rumah kaca Diakses dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Gas_rumah_kaca. tanggal 27 Maret 2008
Departemen Kehutanan, 2007, Panduan Kegiatan Aksi Penanaman Serentak Indonesia dan Pekan Pemeliharaan Pohon Menyongsong Pertemuan Internasional Tentang Perubhan Iklim Global Di Bali, Desember 2007. Departemen Kehutanan, 2007.
Dwijo Seputro, 1994, Fisiologi Tumbuhan, PT Gramedia. Jakarta.
Jones and Luchsinger, 1987. Plant Systematics, McGraw Hill, Singapore
Kenneth D. Johnson, 1984. Biology An Introduction, The Benyamin/Cummings
Publishing Company, Inc, Menlo Park
Nicholas Polunin, 1994, Pengantar Geografi Tumbuhan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Pratiwi Sudarmono, 2007. Pengaruh Pemanasan Global pada Kualitas Sumber Daya Manusia di Indonesia, Makalah Seminar Ancaman Pemanasan Global dan Perubahan Iklim, 15 Nopember 2007.
Radar Malang, 15 Juli 2004. Malang Ijo Royo-Royo.
Van Stenis CGGJ, 1987, Flora Edisi 4, Pradnya Paramita, Jakarta
Wahyu Prihanta, 2007, Strategi Pusat Studi Lingkngan dan Kependududkan Universitas Muhammadiyah Malang dalam Rangka Perang Menyeluruh Terhadap Global Warming, Seminar Nasional BKPSL
Wahyu Prihanta, 2007. Strategi Perlindungan Tanaman Tepi Jalan untuk Penyelamatan Lingkungan Menyeluruh, Sosialisasi Kebijakan Lingkungan Hidup Tahun 2007, DKLH Kota Batu.
Wahyu Prihanta, 2006. Rehabilitasi Lingkungan Integratif dan Kontinu, Seminar Regional, Pusal Studi Lingkungan dan Kependudukan Universitas Muhammadiyah Malang, Mei 2007.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar